tag:blogger.com,1999:blog-16742841624060804072024-03-14T17:19:56.945+07:00MUSEUM NASIONALDJULIANTO SUSANTIOhttp://www.blogger.com/profile/04919141876668905113noreply@blogger.comBlogger44125tag:blogger.com,1999:blog-1674284162406080407.post-60389630879468003642011-10-10T06:50:00.003+07:002011-10-10T06:53:05.048+07:00Pameran Lambang dan Aksara Nusantara<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://3.bp.blogspot.com/-nxt1IUSbJ5Y/TpIzpRr5SMI/AAAAAAAAATM/LRpcV2dWBPA/s1600/Poster%2BPameran%2BAksara%2Bemail.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 283px; height: 400px;" src="http://3.bp.blogspot.com/-nxt1IUSbJ5Y/TpIzpRr5SMI/AAAAAAAAATM/LRpcV2dWBPA/s400/Poster%2BPameran%2BAksara%2Bemail.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5661644465773299906" /></a>DJULIANTO SUSANTIOhttp://www.blogger.com/profile/04919141876668905113noreply@blogger.com7tag:blogger.com,1999:blog-1674284162406080407.post-75001912493244205132010-09-01T11:52:00.004+07:002010-09-01T16:22:32.068+07:00Arca Ganesha<div style="text-align: justify;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/TH3cUJb1YvI/AAAAAAAAAS4/jf7OSyFUOfs/s1600/ganesha.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 202px; height: 269px;" src="http://1.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/TH3cUJb1YvI/AAAAAAAAAS4/jf7OSyFUOfs/s320/ganesha.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5511803757659513586" border="0" /></a>Di dalam agama Hindu, Ganesa atau Ganesha termasuk salah satu dewa yang paling populer, di samping Dewa-dewa Trimurti, yakni Brahma (dewa pencipta alam semesta), Wisnu (dewa pemelihara alam semesta), dan Siwa (dewa perusak alam semesta). <br /><br />Ganesha adalah dewa berkepala gajah. Di kalangan masyarakat Hindu, Ganesha dianggap setengah manusia dan setengah dewa. Peranan Ganesha begitu penting karena dia adalah anak Dewa Siwa.<br /><br />Ganesha merupakan dewa ilmu pengetahuan. Ciri utama Ganesha adalah memiliki belalai yang sedang mengisap isi mangkok dalam genggaman tangan depannya. Isi mangkok itu diibaratkan pengetahuan yang tak pernah habis.<br /><br /><br /></div>DJULIANTO SUSANTIOhttp://www.blogger.com/profile/04919141876668905113noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-1674284162406080407.post-86715946056580314742010-08-31T06:39:00.000+07:002010-08-31T06:41:01.466+07:00Arca Bhairawa<div style="text-align: justify;"><a target="_blank" title="ImageShack - Image And Video Hosting" href="http://img413.imageshack.us/i/lalalala.gif/"><img src="http://img413.imageshack.us/img413/7832/lalalala.gif" border="0" /></a><br /><br />Arca Bhairawa koleksi Museum Nasional ini ditemukan di kawasan persawahan di tepi sungai di Padang Roco, Kabupaten Sawahlunto, Sumatera Barat. Tinggi arca sekitar tiga meter, mewakili aliran Tantrayana.<br /><br />Arca Bhairawa tidak dalam kondisi utuh lagi, terutama sandarannya. Arca ini tidak banyak dijumpai di Jawa, karena berasal dari Sumatera. Pada awalnya, hanya sebagian dari arca ini yang menyeruak dari dalam tanah. Masyarakat setempat tidak menyadari bahwa benda itu merupakan bagian dari arca. Mereka sering memanfaatkannya sebagai batu asah dan untuk menumbuk padi. Hal ini dapat dilihat pada kaki sebelah kirinya yang halus dan sisi dasar sebelah kiri arca yang berlubang.<br /><br />Arca Bhairawa ini memiliki dua tangan. Tangan kiri memegang mangkuk berisi darah manusia dan tangan kanan membawa pisau belati. Jika tangannya ada empat, maka biasanya dua tangan lainnya memegang tasbih dan gendang kecil yang bisa dikaitkan di pinggang, untuk menari di lapangan mayat damaru/ksetra. Penggambaran Bhairawa membawa pisau konon untuk upacara ritual Matsya atau Mamsa. Mangkuk itu untuk menampung darah dalam upacara minum darah. Sementara tangan yang satu lagi membawa tasbih. Wahana atau kendaraan Siwa dalam perwujudan sebagai Siwa Bhairawa adalah serigala karena upacara dilakukan di lapangan mayat dan serigala merupakan hewan pemakan mayat.<br /><br />Bhairawa merupakan Dewa Siwa dalam salah satu aspek perwujudannya. Bhairawa digambarkan bersifat ganas, memiliki taring, dan sangat besar seperti raksasa. Bhairawa berkategori ugra (ganas).<br /><br /></div>DJULIANTO SUSANTIOhttp://www.blogger.com/profile/04919141876668905113noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1674284162406080407.post-18683448476580218712010-07-31T10:35:00.004+07:002010-07-31T10:39:52.869+07:00Pameran Warisan Budaya Bawah Air<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://4.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/TFOaE1dbuxI/AAAAAAAAASo/ZSvN3qGC97A/s1600/airku.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 368px; height: 518px;" src="http://4.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/TFOaE1dbuxI/AAAAAAAAASo/ZSvN3qGC97A/s400/airku.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5499908977810193170" border="0" /></a>DJULIANTO SUSANTIOhttp://www.blogger.com/profile/04919141876668905113noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1674284162406080407.post-34693060252959695282010-02-23T15:22:00.003+07:002010-02-25T07:14:27.860+07:00Pengunjung Museum-museum di Belanda Meningkat<div style="text-align: justify;"><br />Museum-museum di Belanda tidak terpengaruh krisis kredit. 55 museum besar di negeri kincir angin ini dikunjungi 11 juta pasang mata sepanjang tahun 2009.<br /><br />Sebuah peningkatan signifikan. Jumlah pengunjung asing menurun, tapi sahabat museum dalam negeri meningkat. Sementara museum besar tutup tahun 2009, kunjungan berpindah ke museum lain.<br /><br />Paling laris di antara 55 museum Belanda adalah Museum Van Gogh di Amsterdam. Sampai 31 December, menerima sekitar 1,45 juta pengunjung.<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Empat Besar</span><br /><br />Het Rijksmuseum, Museum Negara di Amsterdam menduduki peringkat kedua dengan jumlah pengunjung 870.000 orang. Padahal museum ini sedang dipugar dan hanya membuka sebagian kecil pameran saja. Koleksi Rembrandt di museum ini tetap menarik perhatian pengunjung.<br /><br />Walaupun masih baru, museum Hermitage Amsterdam yang bekerjasama dengan Hermitage di Santo Petersburg Rusia menarik 630.000 pengunjung. Tapi museum Anne Frank Huis juga mampu mendatangkan sampai 990.000.<br /><br />Empat museum di Amsterdam ini menduduki peringkat atas berkat Rembrandt, Van Gogh, Anne Frank dan Tsaar Peter Agung.<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Gangguan Abadi</span><br /><br />Proyek pemugaran merupakan ganguan abadi bagi pengunjung museum, apalagi kalau mereka datang dari jauh. Balok dan tiang besi serta alat-alat berat bangunan masih saja bertebaran di pelataran Rijksmuseum museum negara dan Stedelijk Museum, museum kota. Bangunan baru dan pemugaran kedua museum molor sampai bertahun-tahun. Dan museum Bahari yang tidak jauh dari sana juga sudah tutup.<br /><br />Tahun 2010 ini giliran museum di kota Den Bosch dan Groningen yang dipugar dan akhirnya Mauritshuis di Den Haag diperluas dengan ruangan baru. Sampai kapan pemugran dan pembangunan-pembangunan ini?<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Daya Tarik Publik</span><br /><br />Koleksi yang paling dicari publik museum 2009 adalah pameran di Museum Van Gogh Museum tentang 'Van Gogh dan warna-warna malam': menarik setengah juta pengunjung.<br /><br />Banyak pengunjung asing yang datang ke museum di Belanda, walaupun tahun 2009 mengalami penurunan antara 3 sampai 5 persen. Peminat dari negara-negara tetangga jumlahnya masih meningkat, tetapi pelancong dari negara-negara jauh jumlahnya berkurang. Krisi ekonomi diduga menjadi pemicunya.<br /><br /><span style="font-weight: bold; font-style: italic;font-size:85%;" >(ranesi.nl)</span><br /><br /></div>DJULIANTO SUSANTIOhttp://www.blogger.com/profile/04919141876668905113noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-1674284162406080407.post-84060440194873813422010-02-09T06:37:00.004+07:002010-02-09T06:44:01.487+07:00Logo dan Jingle Tahun Kunjung Museum<span style="font-weight: bold;"><br />Logo dan Makna</span><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/S3CgYVjpRZI/AAAAAAAAASI/Zy3B9jgNaqA/s1600-h/logo-bagus.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 140px; height: 177px;" src="http://1.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/S3CgYVjpRZI/AAAAAAAAASI/Zy3B9jgNaqA/s200/logo-bagus.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5436021090200143250" border="0" /></a><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">MENYENANGKAN - LEKAT DI HATI</span><br /></div><ul style="text-align: justify;"><li>Warna-warni sebagai representasi dunia baru yang menyenangkan yang akan didapat di museum.</li><li> Mengarahkan persepsi masyarakat pada eksistensi museum untuk senantiasa dekat di hati.</li><li> Memberikan gambaran dinamika kehidupan baru museum yang akan datang.</li></ul><br /><span style="font-weight: bold;">Jingle</span><br /><br /><span style="font-style: italic;">Masa terus berpacu takkan lelah</span><br /><span style="font-style: italic;">Jejak-jejak sejarah, teruslah melangkah</span><br /><span style="font-style: italic;">Peristiwa adalah anugerah</span><br /><span style="font-style: italic;">Membawa berkah yang berlimpah</span><br /><span style="font-style: italic;">Museumku,</span><br /><span style="font-style: italic;">Di sana temukan makna masa lalu</span><br /><span style="font-style: italic;">Yang tak lapuk oleh waktu</span><br /><span style="font-style: italic;">Menuju peradaban yang maju</span><br /><span style="font-style: italic;">Demi Indonesiaku</span><br /><span style="font-style: italic;">Museumku di hatiku</span><br /><span style="font-style: italic;">Aku berguru kepadamu</span><br /><span style="font-style: italic;">Menuju peradaban yang maju</span><br /><span style="font-style: italic;">Demi Indonesiaku</span><br /><span style="font-style: italic;">Museum di hatiku<br /><br /></span>DJULIANTO SUSANTIOhttp://www.blogger.com/profile/04919141876668905113noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1674284162406080407.post-76730624456732879272010-02-02T06:03:00.003+07:002010-02-02T06:10:11.024+07:00Pencanangan Tahun Kunjungan Museum 2010 melalui Gerakan Nasional Cinta Museum<div style="text-align: justify;"><br />Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata tahun 2010 melaksanakan program yang sangat optimistis, yaitu Tahun Kunjung Museum 2010. Program ini memiliki peranan strategis sebagai wahana penguat program revitalisasi museum. Demikian diungkapkan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik dan Direktur Museum Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Intan Mardiana.<br /><br />"Program Tahun Kunjungan Museum 2010 dicanangkan 31 Desember 2009 guna meningkatkan wisatawan, baik domestik maupun asing tahun 2010," kata Jero Wacik. Pencanangan Tahun Kunjungan Museum 2010 oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata tersebut, dinilai memiliki nilai positif dalam mempromosikan keberadaan museum.<br /><br />Program Tahun Kunjung Museum yang didukung dengan berbagai kegiatan di museum seluruh Indonesia tersebut, bertujuan untuk memperbesar jumlah pengunjung museum serta meningkatkan apresiasi dan kepedulian masyarakat terhadap warisan budaya bangsa.<br /><br />Program yang dibarengi dengan mereposisi museum tersebut diharapkan menambah gairah masyarakat berkunjung ke museum sehingga museum menjadi lebih semarak dan hidup dalam pengelolaannya. Tahun Kunjung Museum 2010 merupakan momentum awal memulai Gerakan Nasional Cinta Museum (GNCM) yang dilaksanakan selama 5 tahun (2010-2014).<br /><br />Salah satu kegiatan dalam program GNCM adalah revitalisasi museum untuk mewujudkan museum Indonesia yang dinamis dan berdaya guna sesuai dengan standar ideal pengelolaan dan pemanfaatan museum. Dengan program GNCM, tahun 2014 akan terwujud museum Indonesia yang menarik dan informatif serta mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.<br /><br />Kegiatan tahun Kunjung Museum pada prinsipnya dilaksanakan di museum seluruh Indonesia, tetapi untuk prioritasnya akan diselenggarakan di tujuh provinsi, yaitu DKI Jakarta, Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sumatera Utara.<br /><br />Sepanjang tahun 2010, direncanakan sebanyak 89 museum di Indonesia sudah mengagendakan kegiatan unggulan, seperti pameran budaya lokal, upacara adat, pagelaran kesenian dan diskusi, dan workshop.<br /><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-weight: bold; font-style: italic;">(museum-indonesia.net)<br /><br /></span></span></div>DJULIANTO SUSANTIOhttp://www.blogger.com/profile/04919141876668905113noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1674284162406080407.post-27549563290458671872009-10-25T08:06:00.002+07:002010-02-21T15:12:21.224+07:00Koleksi Arca di Museum Nasional<br/><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SuOlOULOUnI/AAAAAAAAAQU/SsOBAq4k5bA/s1600-h/dewikali.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 229px; height: 320px;" src="http://1.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SuOlOULOUnI/AAAAAAAAAQU/SsOBAq4k5bA/s320/dewikali.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5396338443872522866" border="0" /></a><br /><br/><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://3.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SuOlOP51ReI/AAAAAAAAAQM/ueOShOIoYfw/s1600-h/dewahari.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 120px; height: 320px;" src="http://3.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SuOlOP51ReI/AAAAAAAAAQM/ueOShOIoYfw/s320/dewahari.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5396338442725836258" border="0" /></a><br /><br/><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://3.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SuOlN7PqwFI/AAAAAAAAAQE/2Pqstmg80Q4/s1600-h/dewabrahma.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 202px; height: 320px;" src="http://3.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SuOlN7PqwFI/AAAAAAAAAQE/2Pqstmg80Q4/s320/dewabrahma.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5396338437180276818" border="0" /></a>DJULIANTO SUSANTIOhttp://www.blogger.com/profile/04919141876668905113noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1674284162406080407.post-54329148690584662902009-09-30T10:25:00.000+07:002009-09-30T10:26:04.665+07:00Pameran Sejarah dan Budaya Sumatera 9 Juni - 8 September 2009<div style="text-align: justify;"><br />Kerja sama Museum Nasional Indonesia, Museum-museum di Sumatera, RijksMuseum voor Volkenkunde Belanda<br /><br /><a href="http://3.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SikmeaY-5XI/AAAAAAAAAH0/3rV-fBLQof0/s1600-h/poster-sumatera.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5343844736773842290" style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 394px; height: 562px;" alt="" src="http://3.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SikmeaY-5XI/AAAAAAAAAH0/3rV-fBLQof0/s400/poster-sumatera.jpg" border="0" /></a><br /></div><br /><div style="text-align: justify;">The island of Sumatra has always had a mythical dimension. Marco Polo had probably been on the west coast of the island. Since the early days of western exploration all kinds of legendary stories have roamed around. Sumatra was seen as the island where gold could be found (which was true) and it was the island of mysterious kingdoms. The beauty and craftmanship of Sumatran art and material have always attracted collectors, researchers, traders and adventurers of diverse cultural background. In general, outside influences have always been important for Sumatra’s dynamic history.<br /><br />Recent excavations in Padang Lawas, Jambi and Palembang and the discovery of Chinese shipwrecks with large amounts of trade ceramics have thrown new light on Sumatra’s fascinating history of trade contacts, of religious centers and cultural diversity.<br /><br />Recent anthropological research (also at the University of Leiden) has revealed new information and resulted in new interpretations on Sumatran cultural dynamics. As far as we know the island of Sumatra has been the subject of a large exhibition only once (in Frankfurt in the 1970s). So it is time to revive the interest in the “Gold Island”.</div><br /><center><table border="1"><tbody><tr><td><a href="http://1.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Sim33ACdldI/AAAAAAAAAIU/vwNPQ0_Z2jw/s1600-h/nusi-4.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5344004588382819794" style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 135px; height: 135px;" alt="" src="http://1.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Sim33ACdldI/AAAAAAAAAIU/vwNPQ0_Z2jw/s200/nusi-4.jpg" border="0" /></a></td><td><a href="http://2.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Sim33Bu2pvI/AAAAAAAAAIM/RoQ4hDE7Kfo/s1600-h/nusi-3.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5344004588837447410" style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 135px; height: 135px;" alt="" src="http://2.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Sim33Bu2pvI/AAAAAAAAAIM/RoQ4hDE7Kfo/s200/nusi-3.jpg" border="0" /></a></td></tr><tr><td><a href="http://4.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Sim32-AZ2gI/AAAAAAAAAIE/F-OAjCZCsqg/s1600-h/nusi-2.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5344004587837315586" style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 135px; height: 135px;" alt="" src="http://4.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Sim32-AZ2gI/AAAAAAAAAIE/F-OAjCZCsqg/s200/nusi-2.jpg" border="0" /></a></td><td><a href="http://4.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Sim32t-SG6I/AAAAAAAAAH8/lUzD6FU72aE/s1600-h/nusi-1.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5344004583533452194" style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 135px; height: 135px;" alt="" src="http://4.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Sim32t-SG6I/AAAAAAAAAH8/lUzD6FU72aE/s200/nusi-1.jpg" border="0" /></a></td></tr><tr><td><a href="http://2.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Sim4mBPSS9I/AAAAAAAAAI0/U_iBmO5Zt44/s1600-h/nusi-8.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5344005396158893010" style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 135px; height: 135px;" alt="" src="http://2.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Sim4mBPSS9I/AAAAAAAAAI0/U_iBmO5Zt44/s200/nusi-8.jpg" border="0" /></a></td><td><a href="http://1.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Sim4lzFKngI/AAAAAAAAAIs/PdEjXXGdpiI/s1600-h/nusi-7.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5344005392358350338" style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 135px; height: 135px;" alt="" src="http://1.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Sim4lzFKngI/AAAAAAAAAIs/PdEjXXGdpiI/s200/nusi-7.jpg" border="0" /></a></td></tr><tr><br /><td><a href="http://1.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Sim4l-IqvKI/AAAAAAAAAIk/LsjARRCrS-4/s1600-h/nusi-6.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5344005395325828258" style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 135px; height: 135px;" alt="" src="http://1.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Sim4l-IqvKI/AAAAAAAAAIk/LsjARRCrS-4/s200/nusi-6.jpg" border="0" /></a></td><td><a href="http://1.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Sim4lWXgxJI/AAAAAAAAAIc/63vU-OW1Dlg/s1600-h/nusi-5.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5344005384650671250" style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 135px; height: 135px;" alt="" src="http://1.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Sim4lWXgxJI/AAAAAAAAAIc/63vU-OW1Dlg/s200/nusi-5.jpg" border="0" /></a></td></tr></tbody></table></center>DJULIANTO SUSANTIOhttp://www.blogger.com/profile/04919141876668905113noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1674284162406080407.post-23380718447283053492009-09-26T08:52:00.003+07:002009-09-26T11:40:31.491+07:00Berbagai Pameran Temporer di Museum Nasional pada 1980-an<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://4.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Sr10yWW74KI/AAAAAAAAAPs/e_93NVYTHbM/s1600-h/pameranmuseum-4.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 400px; height: 265px;" src="http://4.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Sr10yWW74KI/AAAAAAAAAPs/e_93NVYTHbM/s400/pameranmuseum-4.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5385589137749041314" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Sr10yGtyDTI/AAAAAAAAAPk/9B_a9zifnZc/s1600-h/pameranmuseum-9.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 400px; height: 263px;" src="http://2.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Sr10yGtyDTI/AAAAAAAAAPk/9B_a9zifnZc/s400/pameranmuseum-9.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5385589133549899058" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://4.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Sr10xqEWBBI/AAAAAAAAAPc/X3hi65UySzc/s1600-h/pameranmuseum-7.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 400px; height: 278px;" src="http://4.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Sr10xqEWBBI/AAAAAAAAAPc/X3hi65UySzc/s400/pameranmuseum-7.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5385589125859902482" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Sr10xaxlQKI/AAAAAAAAAPU/g6LMp1IZwuw/s1600-h/pameranmuseum-6.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 400px; height: 287px;" src="http://2.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Sr10xaxlQKI/AAAAAAAAAPU/g6LMp1IZwuw/s400/pameranmuseum-6.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5385589121754677410" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Sr10w4lWx-I/AAAAAAAAAPM/8r0NoDD-Z9E/s1600-h/pameranmuseum-10.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 400px; height: 272px;" src="http://1.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Sr10w4lWx-I/AAAAAAAAAPM/8r0NoDD-Z9E/s400/pameranmuseum-10.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5385589112576591842" /></a><br /><span style="font-size:85%;"><em><strong>(Foto-foto: Koleksi Djulianto Susantio)<br /><br /></strong></em></span>DJULIANTO SUSANTIOhttp://www.blogger.com/profile/04919141876668905113noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1674284162406080407.post-23224937067290349482009-08-03T04:18:00.011+07:002010-02-21T15:08:16.030+07:00Mata Uang Sebagai Sumber Sejarah Indonesia<div style="text-align: justify;"><br />Mungkin ada yang bertanya kapankah mata uang mulai diciptakan dan digunakan sebagai alat tukar di Indonesia?. Mata uang itu sebenarnya baru diciptakan sejak terjadi peristiwa jual beli yang semakin rumit. Perdagangan dalam bentuknya yang sederhana adalah saling bertukar barang, disebut juga barter, antara kedua belah pihak.<br /><br />Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan manusia akan barang maka perdagangan menjadi semakin ramai karena setiap orang pada dasarnya tidak hanya membutuhkan satu jenis barang melaiñkan berbagai macam barang (misalnya beras, garam, gula, minyak, dsb). Tetapi di kemudian hari timbul masalah bagaimana kalau berdagang dalam jumlah besar, apalagi nilai suatu barang tidak sama dengan barang lain. Misalnya satu pikul garam mungkin baru setara nilainya dengan satu karung beras. Jadi seandainya pertukaran barang atau barter ini terjadi dalam jumlah besar, kedua pihak bakal menemui kesulitan membawa barangnya masing-masing, belum lagi jarak yang ditempuh dan tenaga yang dibutuhkan. OIeh karena sistem barter lama-lama dianggap tidak praktis maka orang mulai memikirkan alat penukar barang yang praktis, mudah dibawa, tahan lama dan dapat digunakan sesuai kebutuhan. Demikianlah mata uang mulai diciptakan.<br /><br />Dari hasil penelitian mata uang yang pernah beredar dan berlaku di Indonesia dapatlah disusun sejarah perkembangan mata uang Indonesia sebagai berikut:<br /><br />I. Masa Klasik (Hindu-Budha: abad ke-5-15)<br />II. Masa Islam (abad ke-13-19)<br />III.Masa Kolonial (abad ke-16-20)<br />IV.Masa Kemerdekaan Republik Indonesia (1945-)<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">I. Masa Klasik (Hindu-Budha: abad ke-5-15)</span><br /><br />Sejalan dengan mulai dikenalnya pelayaran (lalu lintas di laut dan sungai) maka perdagangan tidak hanya dilakukan di satu tempat saja melainkan sudah menjangkau ke tempat-tempat lain yang jauh, yang terpisah oleh lautan atau sungai. Sebagai akibatnya terjadilah perdagangan antar pulau dan antar negara. Letak geografis kepulauan Indonesia yang menguntungkan menjadikan kepulauan Indonesia sebagai salah satu cabang jalan pelayaran perdagangan internasional pada jaman purba.<br /><br />Hubungan dagang dengan India mengakibatkan terjadinya perubahan dalam ber-masyarakat, terutama tata negara, di sebagian daerah Indonesia sebagai akibat penyebaran agama Hindu dan Budha. Inilah yang kemudian melatari munculnya kerajaan-kerajaan kuna yang bercorak Hindu-Budha seperti Kutai, Tarumanegara, Sriwijaya, Mataram, Kadiri, Singhasari dan Majapahit, dalam kurun waktu abad ke-5 hingga abad ke-15.<br /><br />Bukti bahwa kepulauan Indonesia pernah dikunjungi pedagang-pedagang asing dapat diketahui dari sumber-sumber tertulis seperti prasasti dan kronik (catatan perjalanan) asing. Di dalam sebuah prasasti yang dikeluarkan oleh penguasa kerajaan Sriwijaya (abad ke-7) dijumpai istilah dalam bahasa Sansekerta, vaniyaga, artinya ‘saudagar’ atau pedagang’. Kata vaniyaga kemudian diserap menjadi kata bahasa Indonesia, berniaga, padanan kata dan ‘berdagang’.<br /><br />Apa yang membuat pedagang-pedagang asing dan India, Cina, Kamboja, Vietnam, Srilangka, dan Arab datang ke Jawa dan pulau-pulau lain di Indonesia? Tidak lain adalah barang barang dagangan dan kepulauan Indonesia yang amat diminati oleh pedagang-pedagang asing tersebut antara lain cengkeh, pala, merica, kayu cendana, kapur barus, kain katun, garam, gula, gading gajah, cula badak, dan lain-lain. Sedangkan pedagang-pedagang dari kepulauan Indonesia biasanya mengimpor kain sutera, kain brokat warna-warni dan keramik.<br /><br />Pedagang-pedagang asing tersebut ketika mengadakan transaksi jual-beli dengan penduduk lokal menggunakan alat tukar (uang) yang dibawa dan negerinya masing-masing. Akibatnya banyak mata uang asing dari berbagai negara beredar di kepulauan Indonesia. Hubungan dagang yang terjalin erat dengan India lambat laun mendatangkan ilham bagi penduduk lokal atau penguasa suatu kerajaan untuk membuat mata uang sendiri. Mata uang yang mereka buat sedikit-banyak menyerupai mata uang di India baik dalam wujud maupun satuan nilainya.<br /><br />Dahulu di Jawa orang menggunakan potongan-potongan emas dan perak sebagai mata uang, sebagaimana diberitakan oleh kronik Cina dari jaman Dinasti Song (960-1279). Uang itu dibuat apa adanya, berupa potongan-potongan logam kasar berbentuk setengah bulat, segi empat atau segitiga. Potongan-potongan logam emas dan perak itu kemudian diberi cap yang menunjukkan benda itu dapat digunakan sebagai alat tukar. Tanda tera atau cap pada uang kebanyakan berupa gambar sebuah jambangan dan tiga kuncup/kuntum bunga, atau tiga pucuk/tunas daun. Diperkirakan uang semacam ini sudah digunakan sejak abad ke-7.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://3.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnYEQyNzdTI/AAAAAAAAAMc/20zTxgl2-bM/s1600-h/trigangga-1.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 120px; height: 95px;" src="http://3.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnYEQyNzdTI/AAAAAAAAAMc/20zTxgl2-bM/s320/trigangga-1.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5365480692462613810" border="0" /></a>Selain itu ada mata uang Jawa jaman Hindu-Budha yang berbentuk bundar seperti kancing baju, namanya uang Mā, singkatan dan māsa. Disebut demikian karena pada salah satu sisi (bagian yang cembung) ada tanda tera atau cap berupa huruf Nagari, huruf yang berasal dan India, berbunyi mā. Sedang pada sisi yang lain (bagian yang cekung) terdapat cap bergambar bunga berkelopak empat. Ada juga uang Ma dengan cap huruf Jawa Kuna. Uang ml tidak hanya ditemukan di Jawa melainkan juga di Bali dan Sumatra, kebanyakan dibuat dan perak. Uang yang beratnya sekitar 2,4 gram ini sudah digunakan sejak abad ke-9.<br /><br />Selain uang Mā juga banyak ditemukan uang emas yang bentuknya seperti butiran jagung dengan cap huruf Nagari berbunyi tā, singkatan dari tahil. Beratnya sama dengan uang Mā, yaitu 2,4 gram.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://3.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnYERC-iESI/AAAAAAAAAMk/-UQktUc15vs/s1600-h/trigangga-2.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 120px; height: 120px;" src="http://3.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnYERC-iESI/AAAAAAAAAMk/-UQktUc15vs/s320/trigangga-2.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5365480696961962274" border="0" /></a>Mata uang māsa dan tahil agaknya terus digunakan sejak jaman kerajaan Mataram, Kadiri, Singhasari hingga awal munculnya kerajaan Majapahit. Tetapi pada jaman keemasan kerajaan Majapahit (abad ke-14) justru yang banyak beredar adalah mata uang tembaga, kuningan dan timah. Di dalam prasasti-prasasti yang dikeluarkan oleh raja-raja Majapahit uang mi disebut pisis, yang pada masa-masa kemudian dikenal sebagai uang gobog. lstilah ‘gobog’ diberikan oleh masyarakat Jawa sekarang yang berarti tidak laku lagi.<br /><br />Jadi, uang gobog adalah sebutan untuk uang lokal Majapahit dan kepeng Cina. Mengapa demikian? Karena pada abad ke-14 banyak pedagang Cina yang bermukim di wilayah kerajaan Majapahit. Mereka itu kebanyakan bermukim di Tuban dan Gresik, menjadi orang kaya di sana. Tidak sedikit penduduk pribumi yang menjadi orang kaya dan terpandang. Dalam transaksi perdagangan penduduk setempat menggunakan uang tembaga (kepeng) Cina dan berbagal dinasti. Keberadaan orang-orang Cina di kerajaan Majapahit inilah yang kemudian memberikan ilham bagi penduduk setempat untuk membuat mata uang tembaga yang menyerupai kepeng Cina, dikenal dengan sebutan uang gobog.<br /><br />Hiasan pada satu atau kedua sisi uang gobog berupa relief manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, tulisan dan lain-lain. Yang menarik di sini adalah gaya manusia yang digambarkan mirip wayang kulit. Bahkan di antaranya ada yang dapat dikenali dengan baik sebagai tokoh-tokoh dalam pewayangan seperti Gatutkaca, Semar dan Togog. Hiasan-hiasan pada uang gobog menggambarkan kehidupan masyarakat Majapahit masa itu seperti penggembala sapi, petapa, nelayan, pemburu banteng, peternak, penenun, bangsawan dan para pengiringnya, dan lain-lain.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnYI7h8nx5I/AAAAAAAAAMs/QggowplolK0/s1600-h/trigangga-3.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 120px; height: 126px;" src="http://2.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnYI7h8nx5I/AAAAAAAAAMs/QggowplolK0/s320/trigangga-3.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5365485824876464018" border="0" /></a>Selain gambar, pada uang gobog juga tertera tulisan. Ada uang gobog dengan tulisan Arab yang dikenal sebagai “kalimat syahadat”, bunyinya la ilaha ilallah, muhammad rasul allah (tiada tuhan selain Allah, Muhammad utusan Allah). Sekitar lubang bundar terdapat hiasan yang menggambarkan pancaran sinar yang dikenal sebagai “sinar (matahari) Majapahit”.<br /><br />Tulisan huruf Arab pada uang gobog mi adalah suatu bukti bahwa agama Islam telah dianut oleh sebagian masyarakat kerajaan Majapahit yang mayoritas beragama Hindu dan Budha. Bahwa masyarakat Majapahit bersikap penuh toleransi terhadap agama Islam ditunjukkan dan banyaknya makam Islam di dekat ibukota kerajaan Majapahit sendiri, yaitu desa Sentonorejo, Trowulan, Jawa Timur. Mungkin uang gobog seperti ini juga dimaksudkan sebagai media penyebaran agama Islam di samping cara-cara lain seperti lewat dakwah atau pertunjukan seni.<br />Kegunaan uang-uang tersebut di atas sebagai alat pembayaran dalam jual beli tanah, gadai-tebus tanah, utang piutang, denda-denda sebagai akibat pelanggaran hukum, juga digunakan sebagai benda sesaji, bekal kubur bahkan amulet/ajimat.<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">II. Masa Islam (abad ke-13-19)</span><br /><br />Masa Islam adalah masa perkembangan agama Islam di Indonesia dan munculnya kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam di berbagai daerah dan abad ke-13 hingga abad ke-19. Umumnya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia letaknya tidak jauh dan pelabuhan yang memungkinkan masyarakatnya dapat berhubungan dengan pedagang-pedagang asing, khususnya dari Timur Tengah.<br /><br />Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah Samudra Pasai di daerah Aceh, berdiri pada akhir abad ke-13. Kemudian bermunculan kerajaan-kerajaan Islam lain seperli Aceh Darusalam, Palembang, Jambi, Banten, Cirebon, Demak, Surakarta, Sumenep, Banjarmasin, Pontianak, Gowa, Buton dan Ternate-Tidore. Beberapa dari kerajaan-kerajaan Islam tersebut akhirnya berada di bawah pemenintah kolonial Belanda dan Inggris.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnYI71HNSUI/AAAAAAAAAM0/Dy75ws8hPo4/s1600-h/trigangga-4.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 120px; height: 117px;" src="http://1.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnYI71HNSUI/AAAAAAAAAM0/Dy75ws8hPo4/s320/trigangga-4.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5365485830021138754" border="0" /></a>Ciri-ciri umum mata uang kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia adalah bertuliskan nama-nama penguasa yang lajim disebut sulthan dan tahun Hijrah dalam tulisan Arab atau Jawi (Arab-Melayu). Di kerajaan Samudra Pasai dan Aceh Darusalam mata uang yang dibuat dan emas disebut derham. Derham tertua berasal dan Sultan Ahmad Malik az-Zahir yang memerintah sekitar tahun 1297-1327. Selain uang emas kerajaan Aceh Darusalam juga mengeluarkan uang timah yang disebut kasha.<br /><br />Sementara itu kerajaan Palembang juga mengedarkan uang dari tembaga dan timah; ada dua macam mata uang dan kerajaan ml yaitu mata uang yang berlubang di tengah, disebut juga piti teboh, dan mata uang tanpa lubang, disebut piti buntu. Menurut kebiasaan orang Palembang, piti teboh lajimnya dirangkai dengan seutas rotan. Satu rangkai piti teboh terdiri dan 500 keping uang, disebut satu cucub atau setali. Sedangkan piti buntu ditempatkan dalam kantong yang dibuat dari daun nipah disebut kupat. Tiap kupat berisi 250 keping piti buntu. Mata uang tersebut kebanyakan dibuat pada masa pemerintahan Sultan Najamuddin (abad ke-18).<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnYI8MmJg7I/AAAAAAAAAM8/7rnKKFFP53g/s1600-h/trigangga-5.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 120px; height: 120px;" src="http://2.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnYI8MmJg7I/AAAAAAAAAM8/7rnKKFFP53g/s320/trigangga-5.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5365485836324930482" border="0" /></a>Masih di sekitar wilayah Sumatra Selatan, yaitu di pulau Bangka, sejak dahulu menjadi tempat imigran orang-orang Cina. Komunitas Cina ini mendirikan kongsi-kongsi yang bergerak dalam usaha pertambangan timah. Masing-masing pimpinan perusahaan timah ini mengedarkan mata uang yang berlaku di lingkungannya. Oleh karena itu pada mata uangnya dicantumkan nama kongsi (dalam huruf Cina) dan pengusaha timah itu. Uang timah yang disebut kasha ini beredar pada abad ke-18.<br /><br />Sementara itu di Jawa berdiri kerajaan-kerajaan Islam seperti di Banten, Cirebon, Yogyakarta, Surakarta dan Madura. Kerajaan Banten pernah mengedarkan mata uang kasha dari tembaga; pada salah satu sisi ada tulisan huruf Arab atau Jawa berbunyi pangeran ratu ing banten, gelar Sultan Maulana Muhammad yang memerintah di Banten pada tahun 1580 — 1596.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://4.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnYI8TYWvFI/AAAAAAAAANE/4kIs9VQMLVQ/s1600-h/trigangga-6.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 120px; height: 138px;" src="http://4.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnYI8TYWvFI/AAAAAAAAANE/4kIs9VQMLVQ/s320/trigangga-6.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5365485838146124882" border="0" /></a>Sultan yang memerintah kerajaan Cirebon pernah mengedarkan mata uang yang pembuatannya dipercayakan kepada seorang Cina. Uang timah yang amat tipis dan mudah pecah ini berlubang segi empat atau bundar di tengahnya, disebut picis, dibuat sekitar abad ke-17. Sekeliling lubang ada tulisan Cina atau tulisan berhuruf Latin berbunyi CHERIBON.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://4.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnYI8tnBvrI/AAAAAAAAANM/YJ_ftlNLoCU/s1600-h/trigangga-7.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 120px; height: 130px;" src="http://4.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnYI8tnBvrI/AAAAAAAAANM/YJ_ftlNLoCU/s320/trigangga-7.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5365485845186985650" border="0" /></a>Kerajaan Sumenep di Madura mengedarkan mata uang yang berasal dari uang-uang asing yang kemudian diberi cap bertulisan Arab berbunyi ‘sumanap’ sebagai tanda pengesahan. Uang kerajaan Sumenep yang berasal dari uang Spanyol disebut juga real batu karena bentuknya yang tidak beraturan. Dulunya uang perak ini banyak beredar di Mexico yang kemudian beredar juga di Filipina (jajahan Spanyol). Di negeri asalnya uang mi bernilai 8 Reales. Selain uang real Mexico, kerajaan Sumenep juga memanfaatkan uang gulden Belanda dan uang thaler Austria.<br /><br />Kerajaan-kerajaan Islam di Kalimantan utamanya adalah Pontianak, Banjarmasin dan Maluka (Kalimantan Selatan). Kerajaan-kerajaan ini mengedarkan uang tembaga yang disebut duit. Kerajaan Banjarmasin mengedarkan uang dengan memanfaatkan mata uang ‘duit’ VOC yang salah cetak. Kesalahan cetak ini dapat dilihat dari tulisan VOC dan angka tahun yang terbalik. Tetapi pada sisi yang lain terdapat gambar perisai dengan tulisan Arab berbunyi ‘banjarmasin’.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://3.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnYLpC8inPI/AAAAAAAAANU/Olk8toMZR-0/s1600-h/trigangga-8.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 120px; height: 109px;" src="http://3.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnYLpC8inPI/AAAAAAAAANU/Olk8toMZR-0/s320/trigangga-8.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5365488805851864306" border="0" /></a>Di daerah Sulawesi, yaitu Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, berdiri kerajaan Gowa dan Buton. Kerajaan Gowa pernah mengedarkan mata uang dan emas yang disebut jingara, salah satunya dikeluarkan atas nama Sultan Hasanuddin, raja Gowa yang memerintah dalam tahun 1653-1669. Di samping itu beredar juga uang dan bahan campuran timah dan tembaga, disebut kupa.<br /><br />Kerajaan Buton di Sulawesi Tenggara lebih unik lagi, mengedarkan sejenis uang dan katun yang disebut kampua atau bida. Uang katun ini konon dibuat atau ditenun oleh puteri-puteri keraton di bawah pengawasan Menteri Besar. Setiap tahun coraknya dibuat berbeda untuk mencegah pemalsuan. Siapa saja yang berani meniru atau memalsukan uang kampua ini diancam hukuman mati. Uang ini beredar sampai ke daerah Sulawesi Selatan dan Maluku hingga akhir abad ke-19.<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">III. Masa Kolonial (abad ke-16 – 20)</span><br /><br />Masa kolonial yaitu masa ketika banyak bangsa asing, terutama bangsa-bangsa Eropa, menjelajah ke berbagai penjuru dunia (Asia, Afrika, Amerika dan Australia) untuk dijadikan koloni atau tanah jajahan mereka. Bangsa-bangsa asing yang pernah menjajah Indonesia adalah Belanda, Inggris, Portugis dan Jepang. Masa ini berlangsung dari abad ke-16 sampal abad ke-20, dan dapat dirinci menjadi:<br /><br />a. Masa Kolonial Belanda;<br />- Kompeni Belanda (VOC) tahun 1602 - 1799<br />- Republik Batavia tahun 1799 - 1806<br />- Louis Napoleon (Belanda di bawah kekuasaan Perancis) tahun 1806 – 1811<br />- Kerajaan Belanda tahun 1816 – 1942<br />- Pemerintahan Sipil Hindia Belanda (NICA) tahun 1945 – 1949<br /><br />b. Masa Kolonial Inggris<br />- Kompeni Inggris (EIC) di Jawa tahun 1811 – 1816<br /><br />c. Masa Pendudukan Jepang tahun 1942 – 1945<br /><br />d. Masa Kolonial Portugis (di Timor Timur) abad ke-16 – 1975<br /><br />Bangsa-bangsa tersebut, kecuali Jepang, pada mulanya datang ke Indonesia bermaksud untuk berdagang. Tetapi lama-lama mereka menguasai tanah dan menjajah daerah-daerah di Indonesia.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://3.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnYLpVPNWtI/AAAAAAAAANc/KMqXsd6As2k/s1600-h/trigangga-9.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 149px; height: 86px;" src="http://3.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnYLpVPNWtI/AAAAAAAAANc/KMqXsd6As2k/s320/trigangga-9.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5365488810762001106" border="0" /></a>Pada awal abad ke-16, pedagang-pedagang Portugis memperkenalkan serta mengedarkan uang yang disebut mat atau pasmat dan real yang dibuat dari perak. Bangsa ini pernah menguasai separo daratan di Pulau Timor; tahun 1975 – 1999 pernah menjadi bagian dari wilayah Republik Indonesia sebagai propinsi Timor Timur (propinsi ke-27). Sejak tahun 2000, Timor Timur memerdekakan diri di bawah pengawasan PBB, dan merdeka penuh tahun 2004 dengan nama Republik Demokratik Timor Leste. Selama Timor Timur menjadi koloni Portugal, pemerintah kolonial pernah memberlakukan mata uang dengan satuan centavos dan escudos.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnYNQFPJAfI/AAAAAAAAANk/KqF7HAL7uKI/s1600-h/trigangga-9a.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 120px; height: 112px;" src="http://2.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnYNQFPJAfI/AAAAAAAAANk/KqF7HAL7uKI/s320/trigangga-9a.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5365490575993274866" border="0" /></a>Kemudian pada akhir abad ke-16 armada kapal dagang Belanda mendarat di Pulau Jawa. Pada tahun 1602 mereka mendirikan persekutuan dagang di Hindia-Timur, dikenal dengan nama VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) atau Kompeni Belanda. Tujuan mereka di Indonesia adalah merebut Sunda Kelapa untuk dijadikan pusat kegiatan kompeni. Sunda Kelapa kemudian diganti namanya menjadi Batavia. Dari sini Kompeni Belanda mulai menjalankan siasatnya yaitu mengusir orang-orang Portugis dan merebut beberapa daerah pelabuhan penting bagi sektor perdagangan. Pada masa Kompeni Belanda banyak beredar mata uang dengan berbagai satuan nilai seperti schelling, dukat, dukatoon, doit, stuiver, rijksdaalder, gulden, dan sebagainya. Mata uang tersebut dicetak di propinsi-propinsi di negeri Belanda dan Indonesia, terutama di Batavia.<br /><br />Ketika Kompeni Belanda mengalami kesulitan memperoleh bahan baku logam untuk membuat mata uang, dicari alternatif lain untuk mencetak uang kertas yang menyerupai kertas berharga (sertifikat). Menjelang runtuhnya VOC (1799) dibuat semacam uang darurat dari potongan-potongan batangan tembaga berbentuk persegi empat yang dicetak di Batavia, disebut uang bonk.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnYNQZKDpVI/AAAAAAAAANs/YzdmDDXcmn4/s1600-h/trigangga-9b.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 139px; height: 85px;" src="http://1.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnYNQZKDpVI/AAAAAAAAANs/YzdmDDXcmn4/s320/trigangga-9b.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5365490581340661074" border="0" /></a>Setelah VOC bubar Indonesia di bawah kendali pemerintahan Republik Batavia (1799 — 1806), mengikuti situasi di negeri Belanda, karena pada waktu itu pengaruh Revolusi Perancis (1789) sampai ke negara-negara Eropa, termasuk Belanda. Revolusi Perancis mengubah sistem monarki (kerajaan/kekaisaran) menjadi republik. Mata uang keluaran masa ini dicirikan dengan tulisan “INDIÆ BATAVORUM’, dengan satuan nilai gulden dan stuiver.<br /><br />Kemudian, tahun 1806 — 1811 di Indonesia beredar uang logam yang dibubuhi tulisan inisial LN, demikian juga pada kertas-kertas berharga diberi cap bertulisan LN, singkatan dari ‘Louis Napoleon’. Louis Napoleon adalah adik kaisar Perancis, Napoleon Bonaparte, yang amat terkenal dalam sejarah Perancis. Ia diangkat oleh kaisar menjadi raja di Belanda. Oleh karena itu tidak mengherankan kalau mata uang keluaran masa ini menampilkan wajah Louis Napoleon, baik yang berlaku di Belanda maupun Indonesia. Satuan nilainya adalah gulden, rijksdaalder, doit dan stuiver.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://4.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnYNQr21rfI/AAAAAAAAAN0/VIrvxemFpWk/s1600-h/trigangga-9c.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 120px; height: 117px;" src="http://4.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnYNQr21rfI/AAAAAAAAAN0/VIrvxemFpWk/s320/trigangga-9c.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5365490586360327666" border="0" /></a>Pada masa pemerintahan Inggris di Indonesia, khususnya di Jawa (1811-1816), beredar berbagai macam mata uang yang dibuat dari emas, perak, tembaga dan timah. Salah satu yang dikenal adalah ‘Rupee Jawa’ yang pada kedua sisinya tertera tulisan huruf Jawa dan Arab.<br />Jauh sebelum ini, mata uang Kompeni Inggris dengan monogram UEIC (United East India Company) telah beredar di daerah-daerah di Sumatra, contohnya Bengkulu, sejak tahun 1783 dengan satuan nilai suku dan keping.<br /><br />Masa pemerintahan Inggris di Jawa tidak berlangsung lama. Pada tahun 1816 pemerintah-an diserahkan kembali kepada kerajaan Belanda, dengan demikian Indonesia kembali menjadi jajahan Belanda yang pada waktu itu disebut Hindia-Belanda (Nederlandsch-Indië).<br /><br />Pada masa itu pemerintah Hindia-Belanda menghadapi berbagai perlawanan dari penguasa-penguasa lokal di Indonesia sehingga terjadilah perang, di antaranya adalah Perang Diponegoro (1825-1830) di Jawa Tengah, Perang Paderi (1821- 1837) di Sumatra Barat, dan Perang Aceh (1873-1903). Perang tersebut menelan biaya yang sangat besar, yang mengakibatkan kas keuangan negeri Belanda menjadi kosong.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://4.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnYPrRXGtPI/AAAAAAAAAN8/tkh2Th6EavY/s1600-h/trigangga-9d.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 120px; height: 123px;" src="http://4.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnYPrRXGtPI/AAAAAAAAAN8/tkh2Th6EavY/s400/trigangga-9d.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5365493242127627506" border="0" /></a>Pemerintah Hindia-Belanda berusaha mengisi kas dengan berbagai cara, antara lain menjual beberapa lahan tanah kepada perusahaan partikelir (swasta) yang membuka usaha perkebunan. Pemilik perkebunan selain orang Belanda sendiri juga orang-orang asing seperti Cina, Arab, Jerman, Inggris, Perancis dan Jepang. Mereka membuka usaha perkebunan teh, kopi, tembakau, tebu, dan karet, tersebar di berbagai daerah seperti Jawa, Sumatra, dan Kalimantan. Untuk membayar gajih buruh yang bekerja di perkebunannya, mereka menciptakan uang yang disebut ‘token perkebunan’, semacam alat tukar yang hanya beredar dan berlaku di tempat tertentu, seperti token untuk perkebunan teh, token untuk perkebunan tembakau, dan sebagainya. Token perkebunan yang pernah beredar di Indonesia bentuknya sangat unik, ada yang berbentuk segitiga, segilima, segienam, bahkan berbentuk seperti mata. Bahannya selain logam dan kerfas, juga dari bambu.<br /><br />Cara lainnya, Belanda menciptakan “tanam paksa” atau kultuurstelsel, yaitu rakyat Indonesia dipaksa menanam tebu, kopi, karet dan teh yang sangat laku di pasaran internasional. Dengan cara ini Belanda memperoleh pemasukan uang yang sangat besar, tetapi sebaliknya rakyat Indonesia sangat menderita.<br /><br />Pada masa itu satuan mata uang yang beredar adalah gulden dan cent, dengan nilai-nilainya yang dikenal dengan istilah ringgit (2½ Gulden/Rupiah), suku (50 Sen), tali (25 Sen), ketip atau picis (10 Sen), kelip (5 Sen), dan benggol atau gobang (2½ Sen). Selain uang logam dicetak pula uang kertas keluaran De Javasche Bank; inilah bank pertama yang berdiri di Indonesia pada abad ke-19, sekarang menjadi Bank Indonesia.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://4.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnYPrYXa0PI/AAAAAAAAAOE/WHz47UvxIz0/s1600-h/trigangga-9e.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 150px; height: 74px;" src="http://4.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnYPrYXa0PI/AAAAAAAAAOE/WHz47UvxIz0/s400/trigangga-9e.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5365493244007993586" border="0" /></a>Pada pertengahan abad ke-20 terjadi Perang Dunia II dan Jepang muncul sebagai kekuatan baru di Asia. Bala tentara Jepang menduduki wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara. Pada tahun 1942 Jepang berhasil menduduki Indonesia, dalam waktu singkat pemerintah Hindia-Belanda dibuat bertekuk lutut di bawah tentara pendudukan Jepang. Pada masa itu uang kertas yang beredar pertama kali tertera tulisan dalam bahasa Belanda dengan satuan gulden, oleh karena itu disebut “Gulden Jepang”. Ketika pemerintah pendudukan Jepang melarang penggunaan bahasa Belanda maka dibuatlah uang kertas dengan tulisan bahasa Indonesia dan Jepang (huruf Kanji) dengan satuan rupiah. OIeh karena itu uang ini disebut “Rupiah Jepang”.<br /><br />Semua uang kertas keluaran pemerintah pendudukan Jepang ini tidak ada nomor seri dan tanda tangan Menteri Keuangan, Gubernur Bank atau Direktur Bank, jadi tidak seperti lajimnya uang kertas sekarang. Namun demikian uang pendudukan Jepang ini berlaku terus sampal beberapa saat setelah Jepang menyerah kalah (tahun 1945).<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">IV. Masa Kemerdekaan Republik Indonesia (1945 –….)</span><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnYWng6GIuI/AAAAAAAAAO8/mG08H_cC-dA/s1600-h/trigangga-10.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 236px; height: 139px;" src="http://1.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnYWng6GIuI/AAAAAAAAAO8/mG08H_cC-dA/s400/trigangga-10.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5365500874162840290" /></a>Kemerdekaan Indonesia yang masih berusia muda ternyata mendapat rongrongan dari berbagai pihak, tidak hanya dari luar tetapi juga dari dalam. Rongrongan dari luar adalah pihak pemerintah sipil Hindia-Belanda (NICA = Netherlands-India Civil Administration) yang ingin berkuasa kembali di Indonesia, bekas negeri jajahannya. Usaha tentara NICA untuk menduduki Indonesia kembali menimbulkan revolusi fisik; mereka menghadapi perlawanan sengit dari pejuang-pejuang Republik Indonesia (RI).<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://3.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnYSdQXhfjI/AAAAAAAAAOU/5k4I1qL_h6w/s1600-h/trigangga-9g.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 185px; height: 110px;" src="http://3.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnYSdQXhfjI/AAAAAAAAAOU/5k4I1qL_h6w/s400/trigangga-9g.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5365496299877662258" border="0" /></a>Perang Kemerdekaan tidak hanya melibatkan senjata tetapi juga uang. Pada masa itu juga terjadi “perang ekonomi”, karena kedua pihak yang bermusuhan yaitu RI dan NICA bersama-sama mencetak dan mengedarkan uang untuk merebut simpati masyarakat. Uang keluaran NICA waktu itu disebut “uang merah”, sedangkan uang keluaran pemerintah RI atau ORI (Oeang Repoeblik Indonesia) yang didukung oleh pejuang-pejuang RI disebut ‘uang putih”. Untuk mematahkan perlawanan pejuang-pejuang RI, tentara NICA mengadakan razia besar-besaran terhadap percetakan-percetakan ORI yang berada di Jakarta. Menghadapi blokade musuh ini, akhirnya pemerintah RI menetapkan kebijakan kepada daerah-daerah untuk mencetak ORI sendiri (disebut ORIDA). Oleh karena itu ada ORI daerah Yogyakarta, daerah Banten, Lampung, Jambi, Palembang, Bengkulu, dan lain-lain.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnYSdkLCr7I/AAAAAAAAAOc/64tyWLMbkw4/s1600-h/trigangga-9h.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 197px; height: 92px;" src="http://1.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnYSdkLCr7I/AAAAAAAAAOc/64tyWLMbkw4/s400/trigangga-9h.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5365496305194020786" border="0" /></a>Kemudian, pada tahun 1949-1950 Belanda melancarkan taktik baru, divide et impera, yaitu mencoba memecah belah bangsa Indonesia dengan cara membentuk negara Federasi RIS (Republik Indonesia Serikat), sehingga di beberapa daerah timbul gerakan separatis/ pemberontakan yang intinya ingin memisahkan diri dari negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Akibatnya timbul berbagai pemberontakan seperti PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia), RMS (Republik Maluku Selatan), DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) dan lain-lain, yang masing-masing mencetak dan mengedarkan mata uang di daerahnya sendiri.<br /><br />Setelah melampaui perjuangan yang berat akhirnya kedaulatan negara RI pulih kembali tahun 1951, dan saat itulah Indonesia mulai melangkah ke masa pembangunan. Meskipun dalam hal keuangan sudah mulai mantap, tetapi kegiatan pembangunan di Indonesia masih saja terusik oleh rongrongan dari dalam, sebab tahun 1950-1965 Indonesia<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://3.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnYSd1HXhoI/AAAAAAAAAOk/MuO7xK6T-3A/s1600-h/trigangga-9i.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 197px; height: 102px;" src="http://3.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnYSd1HXhoI/AAAAAAAAAOk/MuO7xK6T-3A/s400/trigangga-9i.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5365496309742012034" border="0" /></a>menghadapi berbagai gerakan pengacau keamanan seperti pemberontakan PRRI, APRA, RMS, hingga G3OS/ PKI. Adapun uang yang beredar pada masa itu, selain menggambarkan usaha pembangunan ekonomi (pertanian dan industri), juga menggambarkan pentingnya membentuk pertahanan dan keamanan (hankam). Adanya gambar sukarelawan dan sukarelawati pada uang kertas contohnya, menunjukkan bahwa negara RI waktu itu membutuhkan para sukarelawan/wati untuk ikut ambil bagian dalam pertahanan dan keamanan (bela negara). Masa antara fahun 1950-1 965 disebut masa Orde Lama (ORLA).<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://4.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnYSeKs3vrI/AAAAAAAAAOs/Us9Kv1sXux4/s1600-h/trigangga-9j.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 200px; height: 102px;" src="http://4.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnYSeKs3vrI/AAAAAAAAAOs/Us9Kv1sXux4/s400/trigangga-9j.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5365496315536457394" border="0" /></a>Kemudian, mulai tahun 1966 Indonesia melangkah ke masa Orde Baru (ORBA). Program pembangunan dijalankan secara bertahap dan terarah melalui REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun). Agar program yang dicanangkan pemerintah dapat berjalan dengan baik dan berhasil maka rakyat Indonesia perlu mendukung usaha itu. Oleh karena itulah pemerintah kemudian mengimbau dengan berbagai cara, di samping melalui media massa (televisi, radio, surat kabar) juga memanfaatkan benda yang sangat dibutuhkan masyarakat setiap saat yaitu: uang.<br /><br />Uang ternyata menjadi alat siar yang ampuh bagi pemerintah guna menanamkan kesadaran masyarakat. Contohnya, pemerintah mencanangkan program Keluarga Berencana (KB) untuk menekan laju pertambahan penduduk. Pada uang itu ditulis slogan “Keluarga Berencana — Menuju Kesejahteraan Rakyat”. Cara mi ternyata berhasil, buktinya Presiden Suharto waktu itu (8 Juni 1989) memperoleh piagam Penghargaan Kependudukan dari PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) atas keberhasilannya menanamkan kesadaran kepada masyarakat untuk ikut melaksanakan keluarga berencana.<br /><br /><div style="text-align: center;">*****<br /></div><br />Ternyata perjalanan sejarah mata uang di Indonesia begitu panjang, meliputi kurun waktu ± 15 abad. Aspek yang dapat diteliti dari kehadiran mata uang tidak hanya aspek ekonomi, melainkan juga aspek politik dan sosial. Menarik untuk ditelusuri bahwa penggunaan nama mata uang Indonesia, rupiah, tidak lahir begitu saja melainkan melalui proses yang panjang. Untuk sekedar diketahui bahwa ‘rupiah’ berasal dari kata rupya (bahasa Sansekerta) yang artinya perak. OIeh karena itu sering kita mendengar ungkapan dalam percakapan sehari-hari orang mengucapkan contohnya 500 Rupiah menjadi “500 perak”, walau kenyataannya uang itu bukan dibuat dari perak melainkan kertas. Kita harus mengakui bahwa satuan mata uang Indonesia sebenarnya serumpun dengan satuan mata uang India, yaitu rupee, karena memang ada hubungan historis.<br /><br />Satu contoh lagi, dalam percakapan orang sering menggunakan kata duit, padanan kata dari ‘uang’. Padahal duit, duyt, atau doit adalah satuan mata uang dari jaman Kompeni Belanda yang tidak lagi digunakan pada masa sekarang. Banyak juga ungkapan-ungkapan bahasa Indonesia yang berhubungan dengan uang seperti: setali tiga uang (artinya ‘sama saja’ atau ‘tidak ada bedanya’), mata duitan (yang dipikirkan cuma uang), roman picisan (karya sastra bernilal rendah), dan sebagainya.<br /><br />Demikian sejarah singkat tentang mata uang yang pernah beredar di Indonesia. Selama uang masih dibutuhkan masyarakat sebagai alat pembayaran, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia, selama itulah sejarah umat manusia akan terus tercatat dan dikenang dengan uang sebagai medianya. <span style="font-weight: bold; font-style: italic;">[disarikan dari: Mata Uang sebagai Sumber Sejarah Indonesia, oleh Trigangga, dkk, Museum Nasional, 2003]</span><br /><br /></div>DJULIANTO SUSANTIOhttp://www.blogger.com/profile/04919141876668905113noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-1674284162406080407.post-92051636076477413222009-07-30T06:22:00.004+07:002010-02-21T15:08:39.774+07:00Sekilas tentang Topeng<div style="text-align: justify;"><br />Apabila kita menelusuri ruang-ruang pameran di Museum Nasional akan menjumpai banyak koleksi, termasuk koleksi “topeng”. Di ruang Jawa-Madura akan kita jumpai topeng Ksatria, topeng Buto Terong, topeng Raksasa, topeng Bima, topeng lucu, dsb. Di ruang Bali akan kita jumpai topeng Ksatria, topeng Jauk, topeng Malen, topeng Calon Arang, topeng Barong Landung, topeng Telek, topeng Leak, dsb. Di ruang-ruang lain ada topeng Budot dari Kalimantan, topeng besar dari Irian, topeng dari Sumatra, dsb.<br /><br />Topeng atau “kedok” atau dalam bahasa Bali disebut tapel adalah penutup muka, baik sebagian maupun keseluruhan, terbuat dari bahan tipis atau ditipiskan. Bahan yang digunakan untuk membuat topeng biasanya adalah kayu, kulit kayu, bagian pohon yang lain, emas, kertas, tanah liat, tembikar, anyaman dan lain-lain. Pada umumnya topeng menggambarkan raut wajah manusia, binatang atau mahluk lain. Dengan memakai topeng ini diharapkan terwujudnya kembali identitas yang ditokohkannya. Biasanya pemakaian topeng merupakan bagian dari suatu pertunjukan, untuk keperluan pesta atau upacara.<br /><br />Dalam suatu pertunjukan atau upacara adat, topeng sebagai perangkat seni selalu dikaitkan dengan bentuk baju atau kostum sehingga dapat menggambarkan lebih lengkap mengenai karakter atau watak tokoh yang akan ditampilkan atau dimainkan peranannya dalam pertunjukan tersebut.<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Sejarah Topeng</span><br /><br />Menurut sejarah keberadaan topeng sudah tua usianya, yaitu sejak jaman Paleo-litikum (± 30.000 tahun yang lalu). Di dinding gua Trois Freses di sebelah selatan Perancis terdapat lukisan manusia berpakaian kulit binatang dan memakai topeng sedang menari, menyanyi dan memainkan instrumen. Selain itu di dinding gua-gua di Spanyol juga ditemukan lukisan-lukisan manusia bertopeng.<br /><br />Di Indonesia, tepatnya di Gilimanuk, ditemukan pula penutup muka mayat berbentuk oval seperti daun. Benda ini diperkirakan berasal dari 1900 – 2100 tahun yang lalu. Penemuan lain seperti penemuan dalam penggalian di Pasir Angin, Bogor yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (sekitar tahun 1973), telah ditemukan tutup muka mayat yang terdiri dari alis, hidung serta penutup mulut. Selain itu di Makasar (1972) dan di Jawa Timur pernah ditemukan topeng penutup mayat yang utuh.<br /><br />Topeng yang masih utuh ini memiliki nilai seni tersendiri, karena ia menggambarkan si mati dalam usaha penggambaran yang naturalis. Meskipun penggambarannya tidak seperti potret, tetapi orang tahu bahwa yang digambarkan adalah ekspresi wajah orang yang mungkin sekali adalah orang yang meninggal.<br /><br />Dugaan banyak orang tentang topeng (tutup muka) dari emas pada jaman prasejarah tujuannya untuk mendapatkan kelanggengan. Meskipun tubuh lain hancur menjadi tanah, tetapi dengan topeng itu diharapkan wajahnya masih utuh sehingga roh si mayat masih tetap ada dan dapat dipanggil sewaktu-waktu diperlukan. Untuk mencapai ‘kelanggengan’ itu emas dianggap bahan yang paling cocok, karena tidak berubah sepanjang jaman meskipun di dalam tanah. Selain itu emas juga menunjukkan status sosial yang tinggi dari orang yang mati serta keluarganya.<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Topeng Etnis</span><br /><br />Topeng etnis adalah topeng yang dibuat oleh masyarakat suku bangsa yang tidak atau sedikit dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu atau kebudayaan luar lainnya. Topeng ini pada umumnya dibuat dari bahan tumbuh-tumbuhan. Kadang-kadang kombinasi dengan bahan lain, misalnya tulang, bulu, kulit binatang dan lain-lain. Fungsi topeng ini yaitu untuk keperluan upacara yang berkenaan dengan roh atau menggambarkan mahluk-mahluk dunia luar atau alam gaib.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnDaoqIIDCI/AAAAAAAAAMM/CiW4Q1ljA6Q/s1600-h/topeng-1.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 177px; height: 320px;" src="http://1.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnDaoqIIDCI/AAAAAAAAAMM/CiW4Q1ljA6Q/s320/topeng-1.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5364027548236254242" border="0" /></a>Tidak semua masyarakat etnis di Indonesia memiliki topeng semacam ini, beberapa masih dikenal dalam masyarakat Batak, Dayak, Sepik (Irian Timur) dan lain-lain. Tidak menutup kemungkinan banyak masyarakat yang mempunyai topeng semacam ini, tetapi karena terjadi banyak perubahan maka banyak topeng semacam ini yang punah.<br /><br />Topeng etnis di Batak Karo disebut toping atau topeng dalam bahasa Batak Toba. Toping dipakai oleh para guru atau semacam dukun yang menari dalam upacara penguburan dari salah satu masyarakat yang meninggal. Mereka memakai baju seperti jubah panjang dengan lengan panjang sehingga menutupi seluruh tangannya. Selain itu ada topeng yang dalam bahasa Batak Karo disebut kuda-kuda atau dalam bahasa Batak Toba disebut hoda-hoda, yaitu topeng yang menggambarkan kepala binatang seperti kuda atau kadang-kadang burung. Kuda dan burung adalah simbol dewa yang tertinggi dan ada anggapan bahwa para bangsawan adalah keturunan dewa ini.<br /><br />Suku bangsa Dayak salah satunya Dayak Apo Kayan di Kalimantan Tengah juga mempunyai topeng etnis yang disebut hudo. Topeng ini menggambarkan wajah mahluk mirip burung. Hudo dipakai pada upacara penanaman padi, selain itu juga dipakai untuk mengusir roh jahat dan mengundang roh baik. Hudo juga dipakai untuk upacara-upacara inisiasi yaitu upacara lahirnya seorang bayi, beberapa bulan kemudian diadakan upacara turun tanah, kemudian upacara potong gigi, upacara pernikahan dan lain-lain, atau biasa disebut upacara daur hidup.<br /><br />Suku-suku bangsa di Irian (Papua) ada yang membuat topeng secara sederhana, misalnya masyarakat yang tinggal di teluk Humboldt, mereka membuat topeng dengan anyaman rotan sangat halus dan padat, dibuat dengan keahlian yang sangat tinggi. Topeng ini dipakai untuk upacara penguburan. Suku Sepik yang tinggal di pantai utara Irian Timur, topeng-topengnya terbuat dari bahan tumbuh-tumbuhan. Topeng ini berfungsi untuk memanggil roh-roh yang dimintai pertolongan oleh masyarakat untuk menghilangkan bencana atau mencegah persoalan yang sedang dihadapi.<br /><br />Pada etnis masyarakat Jakarta asli (Betawi) topeng etnisnya disebut ondel-ondel, sekarang topeng ini berfungsi untuk menyambut tamu agung atau upacara perkawinan dan lain-lain. Di pantai utara Subang (Jawa Barat) ada topeng mirip ondel-ondel yang berfungsi mengusir roh.<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Topeng Pertunjukan</span><br /><br />Pengertian pertunjukan di sini adalah pergelaran suatu lakon atau cerita yang dilihat oleh banyak orang. Cerita atau lakon dipakai untuk pertunjukan, biasanya diambil dari cerita Ramayana, Mahabharata atau cerita Panji. Ada pula yang mengambil cerita/lakon misalnya topeng pajegan yang menceritakan keadaan kerajaan Gelgel, Klungkung, Bali. Pertunjukan lain yaitu reog Ponorogo (Jawa Timur), ceritanya berkisar mengenai cerita panji yang sedang berkelana mencari isteri yang hilang. Salah satu topengnya disebut Bujangga Nom atau Bujangga Nyong artinya bujangga muda. Meskipun pada jaman sekarang pertunjukan topeng jarang memakai kekuatan gaib, namun pertunjukan reog ini unsur mistik ikut terlibat.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://3.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnDao5cxSBI/AAAAAAAAAMU/DJFwO40Y4_8/s1600-h/topeng-2.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 207px; height: 275px;" src="http://3.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SnDao5cxSBI/AAAAAAAAAMU/DJFwO40Y4_8/s320/topeng-2.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5364027552349374482" border="0" /></a>Pertunjukan unsur magis lainnya juga terdapat di Bali, misalnya tari barong. Ada dua tari barong, yaitu barong dengan dua kaki disebut barong landung, sedangkan yang berkaki empat disebut barong keket atau barong ket. Tema ceritanya ialah perkelahian antara Rangda (ia adalah seorang wanita penyihir jahat) dengan Barong. Di Bali juga dikenal topeng panca yang dianggap kurang suci, sehingga dapat dimainkan di bagian pura yang kurang suci, bahkan dapat dimainkan di luar pura. Pertunjukan ini hanya sebagai hiburan belaka, ceritanya mengambil sejarah kerajaan Loka. Pertunjukan topeng semacam ini selain ada di Bali, juga di Jawa dan daerah lain seperti Banjarmasin.<br /><br />Dalam masa sekarang ini ada juga yang disebut pertunjukan topeng kontemporer, seperti yang sering diperagakan oleh seniman tari Didi Nini Towok. Dalam pertunjukan ini seniman bebas mengekspresikan dirinya, mungkin juga ceritanya menggambarkan situasi saat ini, karya terkenalnya adalah topeng “Dwi Muka”. Demikianlah, semoga kesenian topeng tetap lestari dan tidak punah. <span style="font-weight: bold;">[Widodo]</span><br /><br /></div>DJULIANTO SUSANTIOhttp://www.blogger.com/profile/04919141876668905113noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1674284162406080407.post-18762405234198182442009-07-14T09:29:00.005+07:002009-07-14T09:35:45.503+07:00Museum Nasional Tempo Doeloe<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Slvt0JaPD1I/AAAAAAAAAME/u0ZdLH67zVw/s1600-h/musnasjadul-1.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 300px; height: 170px;" src="http://1.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Slvt0JaPD1I/AAAAAAAAAME/u0ZdLH67zVw/s400/musnasjadul-1.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5358137661822275410" border="0" /></a><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://3.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SlvtzylmO_I/AAAAAAAAAL8/C5_CJEaFk1c/s1600-h/musnasjadul-2.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 299px; height: 187px;" src="http://3.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SlvtzylmO_I/AAAAAAAAAL8/C5_CJEaFk1c/s400/musnasjadul-2.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5358137655695916018" border="0" /></a><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://4.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SlvtzqBktzI/AAAAAAAAAL0/NEYjy43Y7eY/s1600-h/musnasjadul-3.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 294px; height: 172px;" src="http://4.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SlvtzqBktzI/AAAAAAAAAL0/NEYjy43Y7eY/s400/musnasjadul-3.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5358137653397337906" border="0" /></a><br /><br /><span style="font-weight: bold; font-style: italic;font-size:85%;" >(Kiriman: Trigangga - Museum Nasional)<br /><br /></span>DJULIANTO SUSANTIOhttp://www.blogger.com/profile/04919141876668905113noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1674284162406080407.post-79430254176137549102009-07-13T09:15:00.002+07:002009-07-13T09:18:35.225+07:00Museum Taiwan dibuka lagi<div style="text-align: justify;"><br />Sejumlah peninggalan bersejarah dari kekaisaran Cina kembali dipajang di ibukota Taiwan, Taipei, setelah Museum Istana Nasional itu dirombak selama tiga tahun.<br /><br />Museum yang merupakan salah satu tempat yang paling banyak dikunjungi turis, memiliki ribuan lukisan dan pahatan yang diambil dari koleksi kekaisaran di Beijing di akhir perang saudara sekitar enam puluh tahun lalu.<br /><br />Menjelang perang saudara Cina yang brutal di akhir tahun 1940an, kekuatan nasionalis terpakasa meninggalkan Cina daratan dan lari ke Taiwan.<br /><br />Dalam pelarian mereka, dibawa sekitar tiga ribu peti berisi kekayaan dari kota terlarang, ibukota kerajaan Cina di Beijing.<br /><br />Wartawan BBC di Shanghai, Quentin Somerville, melaporkan koleksi barang-barang beraneka ragam termasuk lukisan, patung dan kaligrafi, yang berasal dari dinasti Song dan Ching itu sekarang berada di Taipei.<br /><br />Dana sebesar 21 juta dollar dibelanjakan untuk membangun ruang pameran bagi benda-benda bersejarah itu.<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Paling populer</span><br /><br />Museum penyimpanan benda bersejarah itu sekarang menjadi tempat kunjungan wisatawan paling populer.<br /><br />Namun, pemerintah Cina marah besar setelah diketahui pemerintah Taiwan menghapus keterangan asal usul barang yang dipamerkan itu.<br /><br />Cina yang mengklaim kedaulatan atas Taiwan, mengatakan langkah Taiwan itu merupakan salah bukti kepulauan itu untuk bergerak menuju kekemerdekaan.<br /><br />Pengelola museum mengatakan langkah yang mereka tempuh semata-mata administratif karena asal usul barang itu sudah diketahui semua orang dan telah menjadi fakta sejarah.<br /><br />Namunm demikian walau perselisihan Taiwan dan Cina seperti tidak ada akhirnya, hubungan perekonomian kedua pihak tidak pernah lebih erat dari sebelumnya.<br /><br /><span style="font-weight: bold; font-style: italic;font-size:85%;" >(bbcindonesia.com)</span><br /><br /></div>DJULIANTO SUSANTIOhttp://www.blogger.com/profile/04919141876668905113noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-1674284162406080407.post-46286216279579546292009-07-13T09:06:00.004+07:002009-07-13T09:18:54.293+07:00Museum Tsunami Aceh diresmikan<div style="text-align: justify;"><br />Museum untuk memperingati korban bencana tsunami Tahun 2004 sudah dibuka di ibukota Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Banda Aceh.<br /><br />Dirancang sebagai perlambang untuk mengenang bencana tsunami, museum ini juga akan digunakan sebagai pusat pendidikan.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SlqXANRlZXI/AAAAAAAAALs/GcvTXElf3vM/s1600-h/tsunami.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 203px; height: 152px;" src="http://2.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SlqXANRlZXI/AAAAAAAAALs/GcvTXElf3vM/s320/tsunami.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5357760736529835378" border="0" /></a><span style="font-size:85%;"><span style="font-weight: bold; font-style: italic;">Museum Tsunami</span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-style: italic;">Sebagian besar yang diajak berkonsultasi menyatakan setuju</span></span><br /><br /><br />Selain itu juga bisa berfungsi sebagai tempat penampungan sementara jika bencana tsunami kembali menghantam kawasan itu.<br /><br />Saat bencana tsunami Tahun 2004, sekitar 240.000 orang tewas dan setengah diantara korban jiwa itu berada di Aceh.<br /><br />Bencana itu juga mendorong masuknya bantuan internasional terbesar yang pernah disalurkan di Aceh sepanjang sejarah.<br /><br />Sepertiga dari bantuan itu sudah digunakan oleh Badan Rekontruksi dan Rehabilitasi BRR Aceh, antara lain untuk membangun 130.000 unit rumah dan ribuan kilometer jalan serta jembatan maupun sekolah dan prasarana lainnya.<br /><br /><span style="font-weight: bold;"><br />Lewat konsultasi</span><br /><br />Museum tsunami yang penuh perlambang ini berdiri seperti mercu suar di Banda Aceh dengan bentuk kapal yang terdiri dari 4 tingkat dan dihiasi dekorasi bermotif Islam.<br /><br />Atapnya menggambarkan ombak sedang di lantai pertama dipamerkan rumah tradisional Aceh yang dilengkapi dengan peralatan untuk bisa bertahan menghadapi tsunami.<br /><br />Para pengunjung juga diajak berjalan melewati lorong sempit dan gelap dengan dua dinding air untuk menghadirkan suasana kepanikan saat tsunami datang.<br /><br />Walau sudah diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, museum yang dibangun dengan biaya sekitar US$ 6,7 juta atau sekitar Rp. 60 milyar ini masih terlihat kosong.<br /><br />Penggagas museum, Eddy Purwanto dari BRR Aceh, mengakui proyek yang ambisius dan mahal ini tidak akan terwujud jika mayoritas korban tsunami masih belum memiliki rumah.<br /><br />Dia mengatakan sudah berkonsultasi dengan sejumlah pihak sebelum memutuskan untuk menerusakan rencana pembangunan.<br /><br />"Sebagian besar dari mereka menyatakan setuju. Memang ada satu atau dua yang berpendapat museum ini tidak perlu dan hanya membuang uang saja," tuturnya.<br /><br />"Museum ini dibangun dengan 3 alasan, yaitu untuk mengenang korban bencana. Juga sebagai pusat pendidikan bagi generasi muda tentang keselamatan, dan yang ketiga menjadi pusat evakuasi jika bencana serupa datang lagi."<br /><br />BRR Aceh sudah hampir menyelesaikan tugasnya dan museum ini tampaknya menjadi sumbangan terakhirnya.<span style="font-size:85%;"><br /><br /><span style="font-weight: bold; font-style: italic;">(bbcindonesia.com)</span></span><br /><br /></div>DJULIANTO SUSANTIOhttp://www.blogger.com/profile/04919141876668905113noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1674284162406080407.post-16712406713899885202009-07-03T05:38:00.003+07:002010-02-16T18:25:49.457+07:00Pesona Kain Minangkabau<div style="text-align: justify;"><br/>Museum Nasional bekerjasama dengan Museum Adityawarman Sumatra Barat dan Anjungan Sumatra Barat Taman Mini Indonesia Indah serta Indonesian Heritage Society, mengadakan pameran dengan tema "Pesona Kain Tradisional Minangkabau" di Museum Nasional dari tanggal 7 April 2008. Pameran ini selain untauk merayakan ulang tahun Museum Nasional yang ke-230, juga bertujuan untuk mempromosikan sebuah pameran besar yang akan diselenggarakan pada tahun 2009 dengan tema "Sejarah dan Budaya Sumatra". Pameran tersebut merupakan kerjasama Museum Nasional dengan Rijksmuseum voor Volkenkunde, Leiden, Belanda.<br /><br />Pameran "Kain Tradisional Minangkabau" diangkat untuk mewakili pulau Sumatra yang terkenal dengan kain songketnya yang indah. Pembuatan songket dengan benang emas atau perak merupakan pengaruh dari para pendatang yang berasal dari kaum pedagang Arab, India dan Cina.<br /><br />Kain songket Minangkabau mempunyai corak dan gaya sendiri yang terdiri dari dua macam, yaitu kain songket balapak dan kain songket batabua. Kain songket balapak artinya kain ini seluruh permukaannya disongket dengan benang emas atau perak yang rapat dan padat, sedangkan songket batabua, benang emas atau peraknya berserakan atau bertaburan.<br /><br />Orang Minangkabau juga mengenal kain sulam atau bordir dari benang emas yang juga merupakan pengaruh dari Cina yang kemudian diadaptasi oleh orang Minangkabau sebagai bagian dari adat istiadat mereka yang digunakan dalam berbagai upacara adat.<br /><br />Sulaman banyak digunakan pada baju kurung yang dipakai oleh wanita dan kain penutup makanan atau wadah kuningan yang akan digunakan untuk upacara makan sirih dalam upacara adat. Selain songket dan sulam, mereka juga mengenal pembuatan pakaian dari kulit pohon ipuah atau tarok. Orang-orang yang tinggal di daerah Limo Puluah Koto masih membuat pakaian dari pohon tarok ini untuk kalangan terbatas, biasanya dibuat untuk jas.<br /><br />Kain songket masih diproduksi sampai sekarang di Sumatra Barat dengan kualitas yang amat berbeda. Songket yang dibuat pada masa lalu mempunyai motif yang rumit, penuh makna, dan dikerjakan dengan kesungguhan, ketekunan dan kesabaran yang amat luar biasa. Akibatnya pada masa sekarang kain-kain tersebut menjadi barang langka yang diburu para kolektor tekstil, sementara hasil produksi baru lebih mementingkan kebutuhan pasar daripada kualitas. [W. Ernawati]<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Sk03EbCR5II/AAAAAAAAALk/KhXeUMNcRNI/s1600-h/minangkabau.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 300px;" src="http://2.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Sk03EbCR5II/AAAAAAAAALk/KhXeUMNcRNI/s400/minangkabau.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5353996081129710722" border="0" /></a><br /></div>DJULIANTO SUSANTIOhttp://www.blogger.com/profile/04919141876668905113noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1674284162406080407.post-615568251876980742009-07-03T05:33:00.003+07:002010-02-16T18:26:23.523+07:00Pekan Budaya Iran<div style="text-align: justify;"><br />Selasa, tanggal 3 Maret 2009, jam 10.30 WIB, pagi tadi Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Ir Jero Wacik, bersama Mr. Behrooz Kamalvandi, Dubes Republik Islam Iran untuk Indonesia, dan Dr. Mehdi Mostafavi, Penasihat Presiden dan Kepala Organisasi Hubungan Kebudayaan Islam Iran, membuka resmi "Pekan Budaya Islam" di Museum Nasional. Acara yang berlangsung selama sepekan, mulai tanggal 4 Maret sampai dengan 10 Maret, ini menampilkan pameran mengenai produk budaya Iran antara lain, lukisan, kaligrafi, tenunan, kerajinan tangan dari perak, kaca kristal dan keramik, peluncuran buku baru Craddle of Civilization, serta pemutaran film-film Iran (selama 4 hari). Acara pembukaan diawali dengan pertunjukan Musik Mistisisme dan Tradisional Iran oleh kelompok pemusik/penyanyi Mardane Khoda. Dalam kata sambutannya, baik Menbudpar, Jero Wacik, maupun Dubes Iran untuk Indonesia dan Kepala Organisasi Hubungan Kebudayaan Islam Iran, berharap bahwa hubungan kebudayaan antar kedua negara akan lebih meningkat lagi, apalagi setelah ditandatanganinya Program Pertukaran Kebudayaan antara Republik Islam Iran dan Indonesia pada hari itu juga. Menbudpar menambahkan apabila jalur penerbangan internasional antara Teheran dan Jakarta dibuka, diharapkan akan menggairahkan dunia pariwisata terutama di Indonesia. [3G].<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Sk0181Z7KTI/AAAAAAAAALc/0TFGVsDfmm8/s1600-h/iran.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 266px;" src="http://2.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Sk0181Z7KTI/AAAAAAAAALc/0TFGVsDfmm8/s400/iran.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5353994851257624882" border="0" /></a><br /></div>DJULIANTO SUSANTIOhttp://www.blogger.com/profile/04919141876668905113noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1674284162406080407.post-28540704672309082722009-06-27T06:50:00.003+07:002009-06-27T06:55:14.961+07:00Museum Nasional Bisa Jadi Simbol Pusat Kebudayaan<div style="text-align: justify;"><br />JAKARTA-MI: Museum Nasional Jakarta yang memiliki 141.000 benda koleksi bersejarah siap menjadi 'icon' (simbol) pusat kebudayaan nasional di Indonesia.<br /><br />"Museum Nasional bisa menjadi pusat kebudayaan Indonesia karena memiliki ruang publik yang dapat mencerminkan indentitas diri," kata Humas Museum Nasional Ferlian Putra di Jakarta, Jumat (19/6).<br /><br />Ia megatakan, arah pengembangan Museum Nasional sebagai salah satu ikon pusat kebudayaan nasional yaitu museum tidak hanya sebagai tempat untuk mengumpulkan, merawat dan melestarikan benda cagar budaya.<br /><br />Tetapi museum juga sebagai institusi yang melayani masyarakat yang sifatnya rekreasi dan edukatif serta sebagai pendukung citra budaya bangsa, tempat tujuan wisata dan pembelajaran tentang masalah kebudayaan.<br /><br />Untuk mempertahankan ikon tersebut tentunya Museum Nasional selalu berbenah diri baik masalah manajemen maupun penyajian koleksi museum.<br /><br />Salah satu tugas pokok museum adalah menyelenggarakan penyajian pameran karena pameran adalah salah satu cara untuk mengomunikasikan suatu gagasan yang berhubungan dengan koleksi kepada masyarakat.<br /><br />Jumlah pengunjung Museum Nasional tercatat pada 2008 sebanyak 158.739 orang yang terdiri atas wisatawan manca negara 14.547 orang, wisatawan nusantara 41.281 orang, anak sekolah 65.880 orang dan sisanya umum.<br /><br />Museum Nasional yang berdiri pada 24 April 1778, hingga kini terus berbenah untuk menjadi ikon pusat kebudayaan nasional. (Ant/OL-7)<br /><br /><span style="font-weight: bold; font-style: italic;font-size:85%;" >(Media Indonesia, Jumat, 19 Juni 2009)</span><br /><br /></div>DJULIANTO SUSANTIOhttp://www.blogger.com/profile/04919141876668905113noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1674284162406080407.post-75880470305302667132009-06-24T05:36:00.005+07:002010-02-21T15:12:50.552+07:00Koleksi Sejarah<div style="text-align: justify;"><br />Koleksi Sejarah Museum Nasional merupakan benda-benda yang mengandung nilai sejarah Indonesia dan benda-benda peninggalan dari masa pendudukan bangsa Eropa di Indonesia, antara abad ke-16 Masehi hingga abad ke-19 Masehi. Koleksi Sejarah meliputi benda-benda berupa perabot, meriam, gelas, keramik, lampu hias, gerabah, prasasti dan lain-lain. Benda-benda tersebut umumnya dibuat di Indonesia dan sebagian dibuat di luar negeri, seperti Belanda, Inggris, Jerman, Cina dan Jepang.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Penyekat Ruang</span><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://4.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SkFZKkTWG8I/AAAAAAAAALU/NminwHqHGW0/s1600-h/sejarah-1.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 200px; height: 188px;" src="http://4.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SkFZKkTWG8I/AAAAAAAAALU/NminwHqHGW0/s200/sejarah-1.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5350655870371240898" border="0" /></a><span style="font-style: italic;">Kayu;</span><br /><span style="font-style: italic;">Jakarta;</span><br /><span style="font-style: italic;">Akhir abad ke 17;</span><br /><span style="font-style: italic;">Pj. 221 cm; Tg. 197 cm; Lb. 82 cm;</span><br /><span style="font-style: italic;">No. Inv. 22146/45.</span><br /><br />Ukiran panel kayu yang rumit ini mengingatkan pada gaya ukiran jaman Louis XIV dan diperkirakan telah dibuat pada akhir abad ke-17. Digunakan sebagai penyekat di dalam ruang kantor pemerintah Hindia-Belanda, namun obyek yang sama juga sering dijumpai di ruangan kapal.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pelana Kuda</span><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://4.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SkFZKE3cy-I/AAAAAAAAALM/Am0wb7O5F_8/s1600-h/sejarah-2.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 150px; height: 200px;" src="http://4.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SkFZKE3cy-I/AAAAAAAAALM/Am0wb7O5F_8/s200/sejarah-2.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5350655861932739554" border="0" /></a><span style="font-style: italic;">Kulit, kain dan besi;</span><br /><span style="font-style: italic;">Yogyakarta;</span><br /><span style="font-style: italic;">Abad ke 19;</span><br /><span style="font-style: italic;">Pj. 80 cm; Lb. 68 cm;</span><br /><span style="font-style: italic;">No.Inv. 271.</span><br /><br />Pelana kuda ini dulu adalah milik Pangeran Diponegoro, pernah digunakan dalam perang melawan pemerintah Hindia-Belanda antara tahun 1825-1830.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Prasasti</span><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://4.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SkFZJ5l1hUI/AAAAAAAAALE/YrB8Jt45TZs/s1600-h/sejarah-3.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 136px; height: 200px;" src="http://4.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SkFZJ5l1hUI/AAAAAAAAALE/YrB8Jt45TZs/s200/sejarah-3.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5350655858906072386" border="0" /></a><span style="font-style: italic;">Batu;</span><br /><span style="font-style: italic;">Lontor, Maluku;</span><br /><span style="font-style: italic;">Abad ke-16;</span><br /><span style="font-style: italic;">Pj. ± 200 cm; Lb. ± 40 cm;</span><br /><span style="font-style: italic;">No.Inv. 18430.</span><br /><br />Awalnya prasasti batu ini adalah sebuah prasasti yang ditulis dalam bahasa Portugis, berangka tahun 1551. Kemudian, pada jaman Kompeni Belanda (VOC), di bagian atas prasasti berbahasa Portugis dipahatkan tulisan dalam bahasa Belanda. Isinya menyatakan bahwa batu ini adalah sebuah tanda batas yang didirikan atas perintah Jan van der Broeke, seorang pejabat Kompeni Belanda, dalam tahun 1705.<br /><br /></div>DJULIANTO SUSANTIOhttp://www.blogger.com/profile/04919141876668905113noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1674284162406080407.post-40344506292573670072009-06-20T15:22:00.000+07:002009-06-20T15:24:15.053+07:00Pendanaan Museum Masih Jadi Kendala<div style="text-align: justify;"><br/>Bandung, Kompas - Museum yang dikelola swasta sering kali terbentur pendanaan. Tidak adanya sumber dana rutin membuat pengelola museum swasta harus kreatif mengandalkan usaha sendiri.<br /><br />Bambang Subarnas, pengajar Seni Rupa dan Desain Universitas Pasundan sekaligus kurator Museum Barli Bandung, Jumat (13/2), mengatakan, kondisi ini menyebabkan sejumlah museum swasta menjual koleksinya.<br /><br />”Di negara maju, pemerintah ikut membantu museum, setidaknya dengan mengurangi bahkan membebaskan pajak karena bersifat pendidikan,” ujarnya.<br /><br />Beberapa museum swasta di Jabar antara lain Museum Barli, Museum Popo Iskandar, Museum Selasar Sunaryo, dan Museum Serambi Pirous.<br /><br />Menurut Bambang, kesan museum di Jawa Barat sebagai tempat menyimpan benda masa lalu yang tak berguna masih terjadi. Hal ini jauh dari fungsi museum sebagai sarana pendidikan dan pelestarian benda sejarah. ”Pemerintah daerah juga tidak berupaya memberdayakan museum,” kata Subarnas.<br /><br />Pengelola Museum Barli, Sanga Priagana, mengatakan, usaha membuat museum menjadi tempat yang diminati masyarakat terus dilakukan antara lain dengan melakukan sejumlah terobosan.<br /><br />Menurut Nunun Haryati, staf Seksi Pemugaran Balai Pengelolaan Kepurbakalaan Sejarah dan Nilai Tradisional Jawa Barat, permasalahan dana menjadi masalah terbesar dalam pengelolaan museum. Idealnya, ada donor yang menyumbang biaya operasional museum. (CHE)<br /><br /><span style="font-weight: bold; font-style: italic;font-size:85%;" >(Kompas, Sabtu, 14 Februari 2009)<br /></span><br /></div>DJULIANTO SUSANTIOhttp://www.blogger.com/profile/04919141876668905113noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1674284162406080407.post-55746001563159131392009-06-18T16:06:00.008+07:002009-06-20T05:58:42.236+07:00Uneg-uneg Masyarakat di Facebook<div style="text-align: justify;"><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">Ktk kmrn lht pmrn Treasures of Sumatra d Museum Nasional lgsg sedih wkt byr tiket Rp750. Hrg yg tak bernilai. museum pun sepi. Bandingkan dgn tiket msk tropen museum di bld at louvre d prcs. Selain antri jg hrs byr sktr 10euro at 150rb an. Apa harga tiket itu jd penentu? Utk menaikkan citra tiket hrs dibuat mahal spy museum jd tmpt yg bermartabat en terhormat. sesuai dgn koleksi yg tak ternilai harganya</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(51, 102, 255);">Alhamdulillah Wieke anda msh care thdp museum apabisa dgn jalur kemana utk spy dept. terkait peduli. Tks anda peduli dgn museum ini.</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(102, 0, 204);">Beli sayur di tk. sayur aja kalau ga 500 (secuil) ya 1000. Ini 750? Apakah ada kembaliannya 250? Aduuh, lagi2 Ike bikin terharu biru para pembaca.</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(102, 0, 204);">Tapi bener Ke, gimana bangsa kita mau menghargai museum kalau pengelola museum (atau pemerintahkah?) sendiri menganggap murah museum. Salah ah pendapat kalau tiket dijual murah untuk menarik pengunjung. Pengunjung yang mana?</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(0, 102, 0);">Wieke, pada dasarnya memang susah untuk menarik minat masuk museum.Disini untungnya subsidinya besar sekali, dan sdh komersiil & membudaya</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(0, 102, 0);">Tapi kampanye cinta museum masih tetap aktif,misalnyai Louvre sp umur 18 th malah gratis, maksudnya juga untuk membangunkan minat anak2 spy bisa menghargai museum. British museum yg di London malah gratis, ini ... Read Morekoleksinya wah banget.Kl harga sih jangan dibandingkan, standardnya lain. Aku kira hrs dimulai di sekolah, disini (Eropa)setiap sekolah mulai SD, malah ada yg mulai dr TK suka dibawa ke museum, diajarin spy mencintai budaya.</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(0, 102, 0);">Anak2ku kl diajak kemuseum kayak mau dibawa kemana, mesti barter sama shopping.</span><br /><span style="font-style: italic;"><span style="color: rgb(0, 102, 0);">Akh ya, semua yg sehat memang susah dicerna...</span><br /><br /><span style="color: rgb(204, 51, 204);">pedulikan sejak dini tua itu bukan usang,..kt slalu priatin sejak puluhan lalu saat datang k musium,..mungkin kudunya musium dalamnya ada mall,..h..h</span><br /><br /><span style="color: rgb(153, 102, 51);">di musium hrs ada kegiatan interactive,jd org tdk dtg utk liat benda mati thok</span><br /><br /><span style="color: rgb(0, 51, 0);">Ike ... aku baru baca ini ... sedih sekali ya ... bener2 spt ayam dan telur ... Di London semua museum gratis ... kecuali utk pameran khusus ... Lagi2 semuanya larinya ke dana ... ga ada dana ga bisa buat museum jd bagus & menarik ... tp selain itu jg perlu pendidikan utk menghargai & mencintai budaya. Anak2ku wkt kecil kenyang deh dibawa antri di museum2 di Eropa ... ngeluh krn antreannya panjang sekali ... bosen mrk ... tapi mulai kelihatan ada hasilnya tuh ...</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;">(18 Juni 2009)</span><br /><br /></span></div>DJULIANTO SUSANTIOhttp://www.blogger.com/profile/04919141876668905113noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1674284162406080407.post-53259711370979915202009-06-10T06:40:00.006+07:002010-02-21T15:13:26.597+07:00Beberapa Koleksi Pameran "Treasures of Sumatra"<div style="text-align: justify;"><br/>Beberapa koleksi berikut terdapat dalam materi pameran "Treasures of Sumatra".<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Wadah Bertutup</span><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://4.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Si724rghHwI/AAAAAAAAAK8/8k05KiBDqTs/s1600-h/nusi-7.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 130px; height: 106px;" src="http://4.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Si724rghHwI/AAAAAAAAAK8/8k05KiBDqTs/s200/nusi-7.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5345481261347577602" border="0" /></a>Kayu, lak<br />Palembang, Sumatera Selatan<br />D 12,5 cm, T 5,5 cm<br />RijksMuseum voor Volkenkunde, No. Inv. 113-3<br /><br />Wadah kayu bertutup berbentuk tabung segi delapan berwarna merah, dikerjakan dengan teknik lak dan dihias dengan berbagai motif warna emas. Tutup bagian atas dihias dengan motif bunga dan kupu-kupu, sedangkan di sekeliling tabung dihias dengan motif bunga dan model rumah khas Cina, menyerupai pagoda. Kemungkinan digunakan sebagai kotak penyimpan perhiasan.<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kalung</span><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Si724nqXVuI/AAAAAAAAAK0/dD4Yaox_OB4/s1600-h/nusi-4.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 135px; height: 200px;" src="http://2.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Si724nqXVuI/AAAAAAAAAK0/dD4Yaox_OB4/s200/nusi-4.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5345481260315137762" border="0" /></a>Perak<br />Padang, Sumatera Barat<br />Pj 56 cm<br />RijksMuseum voor Volkenkunde, No. Inv. 300-488<br /><br />Koleksi ini pernah dipamerkan selama "Pameran Dunia" di Paris tahun 1878. Kalung berbentuk salib, dibuat dari perak dengan teknik filigran. Kalung ini kemungkinan dipesan oleh orang Eropa yang tinggal di Sumatera Barat, mengingat orang Minang umumnya muslim.<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Paidon</span><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://4.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Si724c22doI/AAAAAAAAAKs/pJi3qUASZVY/s1600-h/nusi-6.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 200px; height: 150px;" src="http://4.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Si724c22doI/AAAAAAAAAKs/pJi3qUASZVY/s200/nusi-6.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5345481257414719106" border="0" /></a>Emas<br />Riau Lingga, Kepulauan Riau<br />T 11,7 cm, D 14,9 cm<br />Museum Nasional Indonesia, No. Inv. 17149/E.7<br /><br />Badan dan bibir terbuka lebar. Bermotif ukiran cembung dan cekung. Merupakan bagian dari seperangkat wadah sirih yang berfungsi untuk menampung ludah sirih. Motifnya mirip dengan keris dari Kesultanan Deli dan cupu dari Kesultanan Palembang yang menggunakan warna merah, suatu ciri khas kerajinan yang dipengaruhi oleh budaya Bugis. Pengaruh budaya Bugis dari yang Dipertuan Muda Bugis di Riau Lingga cukup kuat.<br /><br /></div>DJULIANTO SUSANTIOhttp://www.blogger.com/profile/04919141876668905113noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-1674284162406080407.post-60208440326190893922009-06-06T23:32:00.009+07:002010-02-21T15:09:21.730+07:00Museum-museum "Tragedi Umat Manusia"<div style="text-align: justify;"><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold; font-style: italic;">Oleh: Trigangga</span><br /></div><br />Semua orang tentu setuju bahwa museum seyogyanya menjadi tempat yang menyenangkan (rekreatif) sekaligus tempat pembelajaran (edukatif). Beberapa museum ada yang lebih menonjol fungsi rekreatifnya daripada fungsi edukatifnya, begitu juga sebaliknya. Jika museum lebih menonjol fungsi edukatifnya, biasanya dikaitkan dengan suatu kenangan atau peringatan (memorial). Tujuannya adalah untuk merenungkan kembali apa yang telah diperbuat oleh pendahulu-pendahulu kita, misalnya jika mengandung nilai-nilai kepahlawanan yang positif, perlu kita teladani. Namun, jika mengandung nilai-nilai yang negatif diupayakan tidak akan terjadi lagi di masa yang akan datang.<br /><br />Di antara museum-museum yang bernuansa memorial itu kebanyakan menampilkan tragedi umat manusia, baik disebabkan oleh alam (bencana alam) maupun ulah manusia sendiri (bencana perang). Masalahnya, apakah semua memorial museum itu cocok dikunjungi untuk semua umur? Karena beberapa museum ada yang menampilkan adegan kekerasan (<span style="font-style: italic;">violence</span>) yang belum pantas didengar atau disaksikan anak-anak sekolah. Bahkan tidak semua orang dewasa sanggup mendengar dan menyaksikan kengerian yang digambarkan dalam pameran tersebut.<br /><br />Berikut ini adalah beberapa memorial museum yang menggambarkan sisi gelap kemanusiaan yang mengakibatkan tragedi nasional/internasional. Dua di antaranya dipandang sebagai <span style="font-style: italic;">genocide museum</span> (museum pemusnahan bangsa).<br /><br /><span style="font-weight: bold;"><br />1. Auschwitz-Birkenau State Museum</span><br /><br />Sebuah museum yang berlokasi di Polandia bagian selatan, yaitu Oświęcim (dalam bahasa Jerman: Auschwitz), 286 kilometer dari ibukota Polandia, Warsawa. Ketika Polandia diduduki pasukan Nazi Jerman September 1939, Oświęcim digabung ke dalam wilayah Jerman dan diberi nama Auschwitz.<br /><br />Museum ini sebenarnya adalah tempat konsentrasi dan pembasmian tawanan Nazi Jerman (<span style="font-style: italic;">German Nazi Concentration and Extermination Camp</span>) yang terdiri dari tiga kompleks utama: Auschwitz I adalah pusat administrasi, Auschwitz II (Birkenau) adalah tempat pembasmian tawanan, dan Auschwitz III tempat kerja paksa. Dua tempat yang disebut terdahulu telah masuk Daftar Warisan Dunia (<span style="font-style: italic;">World Heritage List</span>) sejak 1979.<br /><br />Yang paling banyak mendapat perhatian adalah Auschwitz-Birkenau ini karena tempat tersebut menjadi tempat pembantaian orang Yahudi ± 1,1 juta orang, warga Polandia 75.000 orang, dan orang <span style="font-style: italic;">gypsie</span> Roma 19.000 orang. Sebagian besar dari mereka tewas mengenaskan, dibunuh di dalam ruang gas beracun, sisanya tewas karena dibiarkan kelaparan, sakit yang tidak diobati, kerja paksa, dan bahan eksperimen medis. Mayat-mayat mereka kemudian dibawa ke ruang krematorium untuk diperabukan atau dikubur secara masal.<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">2. Tuol Sleng-Genocide Museum</span><br /><br />Museum ini dulunya adalah gedung sekolah SMU Tuol Svay Prey di Phnom Penh, mengabadikan nama leluhur raja Kamboja, Norodom Sihanouk, berupa kompleks lima bangunan yang beralih fungsi menjadi penjara dan pusat interogasi tahanan dalam tahun 1975. Ketika Khmer Merah di bawah rezim Pol Pot berkuasa (1975 – 1979) penjara itu dikenal dengan nama Tuol Sleng “Security Prison 21 (S-21)” dengan penjagaan yang ketat. Ruang-ruang kelas diubah menjadi sel-sel penjara yang sempit dan ruang-ruang penyiksaan.<br /><br />Rezim Pol Pot dituding telah melakukan <span style="font-style: italic;">genocide</span> terhadap rakyatnya sendiri. Jutaan rakyat Kamboja bersama warga asing mati dengan sia-sia. Mereka dibunuh tanpa alasan yang jelas; hanya karena seseorang dituduh berkhianat, yang belum tentu benar, seluruh keluarga ikut menanggung akibatnya.<br /><br />Dari 1975 hingga 1979 diperkirakan 17.000 orang dipenjarakan di Tuol Sleng. Para tahanan diambil dari seluruh negeri, biasanya anggota tentara Khmer Merah rezim sebelumnya yang dituduh berkhianat atau politisi komunis tingkat tinggi yang membahayakan kedudukan rezim Pol Pot. Di penjara Tuol Sleng ini para tahanan diinterogasi, disiksa secara keji, dan akhirnya mereka bersama keluarganya digiring ke ladang pembantaian Choeung Ek (± 15 km dari Phnom Penh) untuk dieksekusi. Dalam mengeksekusi para tahanan, tentara Khmer Merah jarang menggunakan peluru, karena sebutir peluru teramat mahal untuk ditembakkan di tubuh korban. Sebagai gantinya tentara Khmer Merah menggunakan besi batangan yang dihantamkan berkali-kali, menghunjamkan pacul, beliung, dan menebaskan parang ke tubuh korban.<br /><br />Begitu pengunjung memasuki area museum ini “bau kematian” sudah terasa; lemari pajang yang berisi penuh tengkorak korban pembantaian, ruang tempat penyiksaan dengan dinding-dinding yang kusam, sudah tentu dengan foto-foto para tahanan yang disiksa. Bahkan ada ruang pameran yang menggambarkan peta wilayah Kamboja, tetapi disusun dari ratusan tengkorak korban pembantaian.<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">3. War Remnants Museum</span><br /><br />Museum Sisa-sisa Perang (<span style="font-style: italic;">War Remnants Museum</span>) ini didirikan tahun 1975 di kota Ho Chi Minh (dulu Saigon), Vietnam. Pernah dikenal sebagai Museum Kejahatan Perang Cina dan Amerika (<span style="font-style: italic;">Museum of Chinese and American War Crimes</span>), tetapi kemudian diubah namanya menjadi <span style="font-style: italic;">War Remnants Museum</span> untuk menghindari kecaman turis-turis asing, Cina dan Amerika, juga demi normalisasi hubungan diplomatik antara Vietnam dan Amerika Serikat.<br /><br />Museum ini menampilkan kekejaman perang di wilayah Indocina, yang menjadi jajahan Perancis. Begitu Perancis hengkang dari Indocina, tentara Amerika diterjunkan ke wilayah tersebut pada 1960-an. Periode tersebut adalah era Perang Dingin (<span style="font-style: italic;">Cold War</span>) antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Dengan alasan ingin membendung pengaruh komunis dari utara, pasukan Amerika Serikat diterjunkan ke wilayah Vietnam. Tentara Vietnam Utara atau Viet Cong yang di-<span style="font-style: italic;">backing</span> Uni Soviet merangsek ke wilayah Vietnam Selatan yang non-komunis dan didukung oleh pasukan Amerika Serikat. Melalui taktik perang gerilya yang membuat gabungan pasukan Amerika Serikat dan Vietnam Selatan frustrasi, akhirnya pasukan Viet Cong berhasil merebut kota Saigon. Puncaknya adalah pasukan Amerika Serikat hengkang dari Saigon pada 30 April 1975, dan negara Vietnam yang komunis terbentuk.<br /><br />Selama berkecamuknya Perang Vietnam, pasukan Amerika dituduh mempraktekkan “perang kotor”, antara lain menggunakan bom kimia, napalm, yang berdampak sangat luas, karena banyak penduduk sipil menjadi korban.<br /><br />Materi pameran terdiri dari rongsokan mesin-mesin perang seperti tank, kendaraan lapis baja, pesawat bomber, senjata-senjata artileri (meriam, howitzer, bazooka), ranjau, dan sebagainya. Didukung oleh foto-foto hasil jepretan wartawan perang, bahkan beberapa di antaranya memenangkan hadiah Pulitzer, contohnya foto beberapa anak penduduk sipil Vietnam berlarian sambil menangis, dengan tubuh telanjang karena terbakar oleh bom napalm.<br /><br />Kekalahan di medan Perang Vietnam tampaknya sulit diterima para veteran perang Amerika. Selain menuai protes dari masyarakatnya yang anti perang juga perang menimbulkan trauma yang mendalam. Untuk menghibur diri para produser film Hollywood menciptakan “jagoan-jagoan perang” dalam film Rambo, Missing in Action, dan lain-lain, yang mengisahkan seorang veteran perang Amerika ingin membebaskan rekan-rekannya yang menjadi tawanan pasukan Viet Cong. Akhir film dapat ditebak, sang jagoan ngamuk lalu mengobrak-abrik sarang pasukan Viet Cong dengan senjata modern yang mungkin belum ada pada masa itu, dan rekan-rekan yang ditawan berhasil dibebaskan.<br /><br />Namun heran bin takjub, museum-museum bernuansa horor itu tetap menarik perhatian pengunjung, terutama turis-turis mancanegara. Museum di Auschwitz contohnya, mampu menarik perhatian rata-rata 700.000 pengunjung setiap tahunnya. Apa sebabnya? Mungkin kekerasan dan kekejaman yang merupakan bagian dari <span style="font-style: italic;">basic instinct </span>manusia tetap menjadi cerita yang menarik untuk didengar dan dilihat. Naluri dasar yang negatif itu akan terus ada selama iblis tidak bosan-bosannya menyuruh manusia berbuat batil atau dosa.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SiqfyDNMujI/AAAAAAAAAKk/qVlcSqv3irE/s1600-h/penjara-1.JPG"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 381px; height: 285px;" src="http://1.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SiqfyDNMujI/AAAAAAAAAKk/qVlcSqv3irE/s400/penjara-1.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5344259590031456818" border="0" /></a><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">Tuol Sleng-Genocide Museum (foto John L Silva)</span><br /></div><br /><div style="text-align: center;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Siqfx8eZMbI/AAAAAAAAAKc/0SnB7NBaVts/s1600-h/penjara-2.JPG"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 296px; height: 223px;" src="http://1.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/Siqfx8eZMbI/AAAAAAAAAKc/0SnB7NBaVts/s400/penjara-2.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5344259588224528818" border="0" /></a><span style="font-weight: bold;">Ruang penyiksaan dengan tempat tidur dibelit kawat-kawat listrik<br /><br /></span></div></div>DJULIANTO SUSANTIOhttp://www.blogger.com/profile/04919141876668905113noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1674284162406080407.post-12621190505680322972009-06-06T23:00:00.010+07:002010-02-21T15:09:51.475+07:00Peredaran Mata Uang di Kota Kerajaan Majapahit<div style="text-align: justify;"><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold; font-style: italic;"><br />Oleh: Trigangga</span><br /></div><br />Kehadiran mata uang khususnya di Nusantara (Indonesia) adalah akibat dari aktivitas perdagangan yang semakin kompleks, yang mana diperlukan alat tukar barang yang praktis, mudah dibawa, tahan lama dan dapat digunakan sesuai kebutuhan. Letak geografis kepulauan Indonesia yang strategis menjadikan kepulauan Indonesia sebagai salah satu jalur pelayaran perdagangan internasional yang menghubungkan dunia barat dan timur. Pedagang-pedagang dari berbagai bangsa, terutama dari India dan Cina, dalam pelayarannya terkadang harus singgah di pelabuhan karena menunggu badai reda misalnya, atau memang menjalin hubungan dagang dengan penguasa-penguasa di berbagai daerah di Indonesia.<br /><br />Bukti bahwa kepulauan Indonesia pernah dikunjungi pedagang-pedagang asing dapat diketahui dari sumber-sumber tertulis seperti prasasti dan kronik asing, juga tinggalan-tinggalan arkeologis berupa mata uang. Di dalam prasasti Telaga Batu, salah satu peninggalan kerajaan Sriwijaya dari abad ke-7, dijumpai istilah dalam bahasa Sansekerta, <span style="font-style: italic;">vaņiyāga</span> yang artinya ‘saudagar’ atau ‘pedagang’. Inilah prasasti pertama yang menyebutkan kata ‘pedagang’ di Indonesia. Istilah <span style="font-style: italic;">vaņiyāga</span> ini kemudian muncul dalam prasasti-prasasti berbahasa Jawa Kuna menjadi <span style="font-style: italic;">banyaga</span>, dan diadopsi menjadi kata bahasa Indonesia, berniaga, padanan kata dari ‘berdagang’.<br /><br />Keterangan dari berbagai prasasti memberi petunjuk bahwa ada kelompok orang asing yang mungkin berprofesi pedagang dan dikenai kewajiban membayar pajak, disebut sebagai <span style="font-style: italic;">wargga</span> <span style="font-style: italic;">kilalān</span>. Mereka adalah orang-orang India yang berasal dari berbagai daerah dan suku bangsa seperti Kalingga (<span style="font-style: italic;">kling</span>), Arya, Drawida, Karņataka, Pandya-Chera (<span style="font-style: italic;">pandikira</span>), juga dari Vietnam (<span style="font-style: italic;">campa</span>), Kamboja (<span style="font-style: italic;">kmir</span>) dan Srilangka (<span style="font-style: italic;">singhala</span>). Kehadiran orang-orang Cina belum disebut di dalam prasasti-prasasti abad ke-10--12, namun kronik Cina sendiri telah memberitakan kehadiran seorang musafir Cina bernama Fa-hsien yang pernah singgah di Jawa pada tahun 414.<br /><br />Kronik-kronik Cina merinci komoditi ekspor dari kepulauan Indonesia, khususnya Jawa, yang membuat pedagang-pedagang asing datang antara lain cengkeh, pala, merica, kayu cendana, gaharu, kapur barus, kapas, garam, gula, gading gajah, cula badak, dan lain-lain. Adapun barang-barang impor untuk konsumsi di Jawa yang utama adalah sutera, kain brokat warna-warni dan keramik. Sebagai contoh, di dalam prasasti ada disebutkan satu barang yang mungkin sekali diimpor yaitu <span style="font-style: italic;">wdihan buat kling</span> atau kain buatan negeri Kalingga (India).<br /><br />Pedagang-pedagang asing tersebut ketika mengadakan transaksi dagang dengan penduduk lokal menggunakan mata uang yang dibawa dari negerinya masing-masing. Akibatnya banyak mata uang asing dari berbagai negara beredar di kepulauan Indonesia. Hubungan dagang yang intensif dengan India dan Cina lambat laun mendatangkan inspirasi bagi penduduk lokal atau penguasa suatu kerajaan di Jawa untuk membuat mata uang sendiri.<br /><br />Prasasti-prasasti biasanya menyebut satuan mata uang emas dan perak yang beradar di Jawa mulai dari ukuran yang terbesar sampai terkecil dalam bentuk singkatan. Satuan mata uang emas dari yang terbesar hingga terkecil adalah <span style="font-style: italic;">kāti, suwarņa, māsa, kupang</span>, dan <span style="font-style: italic;">sātak</span>. Sedangkan satuan mata uang perak adalah <span style="font-style: italic;">kāti, dhāraņa, māsa,</span> dan <span style="font-style: italic;">kupang</span>. Semua satuan mata uang tersebut menunjukkan ukuran berat benda. Ini dapat diketahui dari inskripsi-inskripsi singkat pada benda-benda berupa wadah emas yang ditemukan di desa Wonoboyo, Klaten, Jawa Tengah. Pada bagian dasar sebuah mangkuk besar contohnya, tertera tulisan <span style="font-style: italic;">tatur</span> <span style="font-style: italic;">brat su 14 mā 15 sā 3</span> dalam huruf Jawa Kuna, artinya “emas berat 14 suwarņa 15 māsa 3 sātak”. Jadi jelaslah bahwa mata uang emas dan perak itu dinilai berdasarkan berat benda (nilai intrinsik). Segala transaksi perdagangan, khususnya barang yang bernilai besar, dibayar dengan uang emas atau perak dengan berat yang telah ditentukan.<br /><br />Mata uang Jawa dari emas dan perak yang ditemukan kembali, termasuk di situs kota Majapahit, kebanyakan berupa uang “Ma”, (singkatan dari <span style="font-style: italic;">māsa</span>) dalam huruf Nagari atau Siddham, kadang kala dalam huruf Jawa Kuna. Di samping itu beredar juga mata uang emas dan perak dengan satuan <span style="font-style: italic;">tahil</span>, yang ditemukan kembali berupa uang emas dengan tulisan <span style="font-style: italic;">ta </span>dalam huruf Nagari. Kedua jenis mata uang tersebut memiliki berat yang sama, yaitu antara 2,4 – 2,5 gram.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SiqYMw8y26I/AAAAAAAAAJ0/U3G0yKP1SWc/s1600-h/uang-ma-1.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 200px; height: 106px;" src="http://2.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SiqYMw8y26I/AAAAAAAAAJ0/U3G0yKP1SWc/s200/uang-ma-1.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5344251252894260130" border="0" /></a><span style="font-style: italic; font-weight: bold;font-size:85%;" >Uang “Ma” perak dengan tulisan Nagari dan uang “Ma” emas dengan tulisan Jawa Kuna (kol. Museum Nasional)</span><br /><br />Selain itu masih ada beberapa mata uang emas dan perak berbentuk segiempat, ½ atau ¼ lingkaran, trapesium, segitiga, bahkan tak beraturan sama sekali. Uang ini terkesan dibuat apa adanya, berupa potongan-potongan logam kasar; yang dipentingkan di sini adalah sekedar cap yang menunjukkan benda itu dapat digunakan sebagai alat tukar. Tanda tera atau cap pada uang-uang tersebut berupa gambar sebuah jambangan dan tiga tangkai tumbuhan atau kuncup bunga (teratai?) dalam bidang lingkaran atau segiempat [gambar 2]. Jika dikaitkan dengan kronik Cina dari zaman Dinasti Song (960 – 1279) yang memberitakan bahwa di Jawa orang menggunakan potongan-potongan emas dan perak sebagai mata uang, mungkin itulah yang dimaksud.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SiqYMrpryVI/AAAAAAAAAJs/aIkasmVy9fY/s1600-h/uang-ma-2.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 195px; height: 140px;" src="http://2.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SiqYMrpryVI/AAAAAAAAAJs/aIkasmVy9fY/s200/uang-ma-2.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5344251251471927634" border="0" /></a><span style="font-weight: bold; font-style: italic;font-size:85%;" >Potongan-potongan logam emas yang digunakan sebagai alat tukar (kol. Museum Nasional)</span><br /><br />Mata uang dengan satuan-satuan tersebut di atas, terutama <span style="font-style: italic;">māsa</span> dan <span style="font-style: italic;">tahil</span>, tampaknya terus dipakai hingga awal munculnya kerajaan Majapahit. Di dalam prasasti Tuhanyaru tahun 1245 Saka (1323 M) uang “Ma” perak masih disebutkan sebagai benda sesaji bersama pakaian. Kronik Cina dari zaman Dinasti Ming (1368 – 1643) mencatat bahwa uang <span style="font-style: italic;">tahil</span> emas masih digunakan di Jawa. Diberitakan bahwa pada waktu terjadi perang saudara di kerajaan Majapahit tahun 1405, sekitar 170 orang Cina ikut terbunuh dalam kerusuhan itu. Meskipun raja Majapahit kemudian meminta maaf atas kejadian itu, kaisar Cina tetap menjatuhkan hukuman denda sebesar 60.000 <span style="font-style: italic;">thail</span> (<span style="font-style: italic;">=tahil</span>) emas.<br /><br />Satu hal yang patut diketahui bahwa dalam periode Majapahit mata uang emas dan perak tidak begitu sering lagi disebutkan di dalam prasasti dan naskah. Sebagai gantinya adalah mata uang tembaga, timah dan kuningan yang memang banyak digunakan pada masa itu. Yang terakhir ini dapat diidentifikasikan sebagai uang lokal Majapahit dan kepeng Cina.<br /><br />Pada abad ke-14 semakin banyak orang Cina yang datang ke daerah-daerah yang menjadi wilayah kerajaan Majapahit dengan tujuan berdagang. Di antara mereka ada yang tinggal menetap dalam jangka waktu cukup lama. Banyaknya orang Cina yang bermukim di wilayah kerajaan Majapahit memunculkan profesi baru yang dikenal dengan istilah <span style="font-style: italic;">juru cina</span>. Istilah ini kerap muncul di dalam prasasti-prasasti Majapahit yang memuat daftar para <span style="font-style: italic;">mangilala drawya haji</span>, yaitu pegawai kerajaan yang tinggal di dalam lingkungan tembok kota. Tugas <span style="font-style: italic;">juru cina</span> mungkin berurusan dengan orang-orang Cina yang datang dan menetap di ibukota kerajaan Majapahit atau di berbagai tempat lain di wilayah kerajaan Majapahit di Jawa. Di antara mereka tentunya ada yang bertugas sebagai penerjemah jika ada utusan-utusan Cina datang membawa pesan dari kaisar. Bukan tidak mungkin kalau <span style="font-style: italic;">juru cina </span>ini dijabat oleh orang Cina yang sudah lama menetap di sini dan diminta bantuannya sebagai penerjemah bagi raja Majapahit.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SiqYMvH3cjI/AAAAAAAAAJk/Dhyp0tkc3Hw/s1600-h/uang-ma-3.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 139px; height: 134px;" src="http://2.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SiqYMvH3cjI/AAAAAAAAAJk/Dhyp0tkc3Hw/s200/uang-ma-3.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5344251252403827250" border="0" /></a><span style="font-weight: bold; font-style: italic;font-size:85%;" >Relief pedagang pada sebuah panel relief candi Tigawangi, Kediri, Jawa Timur (abad ke-14)</span><br /><br />Di dalam buku <span style="font-style: italic;">Ying-yai Shêng-lan</span> atau “Laporan Umum tentang Pantai-pantai Lautan” yang diterbitkan pada 1416 oleh Ma-Huan, dikatakan bahwa orang-orang Cina yang tinggal di kerajaan Majapahit berasal dari Canton, Chang-chou dan Ch’üan-chu. Mereka kebanyakan bermukim di Tuban dan Gresik menjadi orang kaya di sana. Tidak sedikit penduduk pribumi yang menjadi orang kaya dan terpandang. Dalam transaksi perdagangan penduduk setempat menggunakan uang tembaga (kepeng) Cina dari berbagai dinasti. Pernyataan terakhir ini mengindikasikan bahwa penduduk pribumi tidak mengerti tulisan Cina yang tertera pada kepeng itu sehingga mau menerima uang Cina dari dinasti mana pun (Dinasti Tang, Song, Yuan) yang mungkin tidak berlaku lagi di negeri asalnya.<br /><br />Penggunaan kepeng Cina atau uang lokal Majapahit ditunjukkan dalam istilah <span style="font-style: italic;">pisis</span> (Jawa Kuna) yang artinya ‘uang’. Istilah ini pertama kali muncul di dalam prasasti Bendosari (± 1350 M) dari masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk, isinya merupakan surat keputusan pengadilan tentang sengketa tanah (<span style="font-style: italic;">jayasong</span>). Pihak Aki Santana Mapanji Sarana bersengketa dengan pihak Sang Apanji Anawung Harsa mengenai status tanah di berbagai tempat seluas 67 <span style="font-style: italic;">lirih</span>. Sang Apanji Anawung Harsa berargumentasi bahwa pihaknyalah yang punya hak atas semua tanah itu karena dahulu, tahun 919 Saka (997 M), kakek buyutnya telah menggadaikan kepada kakek buyut Aki Santana Mapanji Sarana seharga 2½ takar perak, yaitu pada waktu penduduk pulau Jawa tidak menggunakan uang kepeng (<span style="font-style: italic;">duk punang bhumi jawa tan pagagaman pisis</span>). Pernyataan ini menunjukkan bahwa di pulau Jawa, semasa hidup kakek buyut Sang Apanji Anawung Harsa, uang perak masih umum digunakan sebagai alat pembayaran. Ini seperti yang dinyatakan dalam kronik Cina dari zaman Dinasti Song bahwa di Jawa orang menggunakan potongan-potongan perak sebagai mata uang. Kemudian, di masa hidup Sang Apanji Anawung Harsa uang kepeng sudah umum digunakan.<br /><br />Di Jawa Timur banyak sekali ditemukan uang kepeng Cina, bahkan dapat dikatakan bahwa kepeng Cina ditemukan di setiap kabupaten di Jawa Timur. Di kantor Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Trowulan terdapat koleksi uang kepeng Cina sekitar 40.000 keping. Kepeng Cina tersebut berasal dari berbagai dinasti terutama Dinasti Song dan Ming. Banyaknya kepeng Cina yang beredar pada masa Majapahit diperkuat oleh temuan berbagai jenis celengan terakota di daerah Trowulan, menandakan bahwa tradisi menabung telah dikenal pada masa Majapahit. Di samping uang kepeng Cina, di Museum Trowulan terdapat koleksi uang lokal Majapahit yang disebut <span style="font-style: italic;">gobog</span> dan uang perak. Uang <span style="font-style: italic;">gobog</span> inilah yang mungkin merupakan bentuk tiruan dari kepeng Cina, karena dalam beberapa hal dari bentuk dan hiasan mirip dengan kepeng Cina, walau figur yang digambarkan berciri lokal, mirip wayang kulit.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://3.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SiqYMUndL7I/AAAAAAAAAJc/SGg30W2Ig4s/s1600-h/uang-ma-4.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 200px; height: 192px;" src="http://3.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SiqYMUndL7I/AAAAAAAAAJc/SGg30W2Ig4s/s200/uang-ma-4.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5344251245288566706" border="0" /></a><span style="font-weight: bold; font-style: italic;font-size:85%;" >Uang Gobog</span><span style="font-size:85%;"><br /></span><br />Jika satuan mata uang terdahulu seperti <span style="font-style: italic;">suwarņa, māsa, kupang</span> dan lain-lain mengacu kepada ukuran berat atau kualitas, maka pada masa Majapahit ini satuan mata uang mengacu kepada jumlah atau kuantitas. Di dalam prasasti-prasasti dan naskah-naskah hukum dijumpai berbagai istilah yang menyatakan jumlah uang, antara lain <span style="font-style: italic;">sātak</span> (200 keping), <span style="font-style: italic;">sātak sawě</span> (250 keping), <span style="font-style: italic;">samas </span>(400 keping), <span style="font-style: italic;">domas</span> (400 keping), <span style="font-style: italic;">rong tali</span> (2000 keping), <span style="font-style: italic;">patang tali</span> (4000 keping), <span style="font-style: italic;">salaksa </span>(10.000 keping), <span style="font-style: italic;">sakěţi</span> (100.000 keping), <span style="font-style: italic;">sakěţi rong laksa</span> (120.000 keping), <span style="font-style: italic;">sakěţi něm laksa</span> (160.000 keping), dan <span style="font-style: italic;">rong kěţi</span> (200.000 keping).<br /><br />Akhirnya, ada beberapa prasasti dari masa Majapahit yang berkaitan dengan penggunaan kepeng ini. Salah satu di antaranya adalah prasasti Paguhan, ditulis pada tiga lempeng tembaga, tulisannya amat besar dan isinya cukup singkat. Terjemahan bebas dari prasasti itu adalah sebagai berikut: <span style="font-style: italic;">pada tanggal 13 paro terang bulan Asuji tahun 1338 Saka (= 4 September 1416) Paduka Yang Mulia dari Talonan menyetujui pembelian (?) untuk kepentingan Baţara di Paguhan yang meninggal di Pramalaya, diterima oleh para angucap gawe (nama jabatan) di Gědong Dingdiwa. Mereka adalah Patih Sěmut, Sang Arya Pagěh, Sang Arya Guna, Patih dari Paguhan, Patih Sirěg, dan Patih Tembeng, menerima sejumlah uang sebesar 200.000 (dua ratus ribu) kepeng.</span><br /><br />Apa yang terbayang dari isi prasasti itu adalah suatu serah terima pembelian (<span style="font-style: italic;">waruk</span>) yang sayang tidak disebutkan objeknya, mungkin sebidang tanah. Jika yang dimaksud adalah sebidang tanah, mungkin tanah itu hendak dijadikan sima, kemudian hasilnya dipersembahkan untuk dewa atau arwah leluhur yang dipuja di bangunan suci. Yang menarik perhatian dari prasasti ini adalah jumlah uang yang diterima keenam pejabat tersebut sebanyak 200.000 keping, ditulis dengan angka dan huruf (terbilang) sampai dua kali. Cara penulisan yang demikian mirip dengan cara pengisian selembar kuitansi pada masa sekarang. Kemudian, pada akhir “kuitansi” tersebut tertera hari, tanggal, bulan dan nama (tertanda): Sa[ng] Kawasa.<br /><br />Jumlah uang 200.000 kepeng adalah jumlah terbesar yang pernah disebutkan dalam prasasti maupun naskah. Dapat dibayangkan uang sebanyak itu ditaruh ke dalam beberapa buah guci, sedikitnya dibutuhkan 10 buah guci ukuran sedang (ukuran ±40 cm). Sering terdengar berita tentang temuan mata uang dalam guci, baik ditemukan dalam keadaan utuh maupun sudah pecah berantakan.<br /><br /></div>DJULIANTO SUSANTIOhttp://www.blogger.com/profile/04919141876668905113noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-1674284162406080407.post-91736513299718382202009-06-03T06:48:00.009+07:002010-02-21T15:14:02.365+07:00Khasanah Emas Arkeologi<div style="text-align: justify;"><br />Koleksi khasanah emas arkeologi mencakup benda-benda emas yang berasal dari masa Hindu-Buddha, abad ke-8 hingga ke-15 Masehi.<br /></div><div style="text-align: justify;"><br /><span style="font-weight: bold;">Kelat Bahu</span><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://4.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SiW6jGkQ5_I/AAAAAAAAAHk/YdjqBPOrMUY/s1600-h/kelat+bahu.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 130px; height: 167px;" src="http://4.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SiW6jGkQ5_I/AAAAAAAAAHk/YdjqBPOrMUY/s200/kelat+bahu.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5342881645165864946" border="0" /></a>No. inv. A. 965 / 1482<br /><br />Bentuknya menyerupai susunan mutiara yang membentuk ceplok bunga, sulur-suluran, dan manik-manik halus. Sulur-suluran kemungkinan menggambarkan alam pulau Jawa yang subur<br /><br /><span style="font-weight: bold;"><br /><br />Mangkuk Ramayana</span><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://3.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SiW6i4zk3NI/AAAAAAAAAHc/02lUUMU7pyg/s1600-h/mangkuk.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 212px; height: 136px;" src="http://3.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SiW6i4zk3NI/AAAAAAAAAHc/02lUUMU7pyg/s200/mangkuk.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5342881641471990994" border="0" /></a>No. inv. 8965<br /><br />Pada seluruh sisi luar mangkuk berhiaskan relief cerita Ramayana (masa pembuangan Rama, Shinta, dan Laksmana hingga penculikan Shinta oleh Rahwana) yang dibuat dengan ketelitian tinggi. Mangkuk ini dikenal dengan sebutan Mangkuk Ramayana dan menjadi koleksi masterpiece dari Khasanah Wonoboyo.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Hiasan Dada</span><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SiW6i9un7tI/AAAAAAAAAHU/crsulJeP4tY/s1600-h/hiasan+dada.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 189px; height: 181px;" src="http://2.bp.blogspot.com/_39mO43uy5wA/SiW6i9un7tI/AAAAAAAAAHU/crsulJeP4tY/s200/hiasan+dada.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5342881642793397970" border="0" /></a>No. inv. 8999<br /><br />Bentuknya mengambil inspirasi dari bentuk bulan sabit. Hiasan ini dipenuhi dengan motif floral, yang umum digunakan sebagai ragam hias pada hiasan dada. Ditinjau dari ukuran, kemungkinan digunakan sebagai hiasan dada seorang laki-laki.<br /><br /></div>DJULIANTO SUSANTIOhttp://www.blogger.com/profile/04919141876668905113noreply@blogger.com2