Dijuluki Kota Metropolitan, namun sebenarnya Jakarta pantas pula dijuluki Kota Museum. Berbagai museum ada di sini, terutama di kawasan Kota Tua Jakarta Kota. Saat ini di Jakarta terdapat lebih dari 30 museum dengan jenis-jenis yang berbeda. Museum-museum ini dikelola oleh berbagai pihak, seperti Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi pemerintah/swasta, dan kelompok/perorangan.
Pemda DKI Jakarta melalui Dinas Museum dan Pemugaran (DMP) relatif banyak mengelola museum. Museum-museum yang berada di bawah pengawasan DMP adalah Museum Sejarah Jakarta (Museum Fatahillah), Museum Wayang, Museum Seni Rupa, Museum Keramik, Museum Bahari, Museum (Taman) Prasasti, Museum Tekstil, Museum (Gedung) Juang ’45, Museum MH Thamrin, serta Balai Informasi Sejarah dan Budaya Jakarta.
Jakarta merupakan sebuah kota yang memiliki periode sejarah cukup lengkap, mulai dari periode prasejarah hingga dewasa ini. Obyek-obyek dari periode itulah yang disajikan berbagai museum tadi.
Museum Sejarah Jakarta terletak di Jalan Taman Fatahillah No. 2, Jakarta Barat. Areal museum luasnya lebih dari 13.000 meter persegi. Bangunannya bergaya arsitektur kuno abad ke-17. Dulunya gedung ini bernama Stadhuis atau Balai Kota. Museum Sejarah Jakarta berdiri pada 30 Maret 1974. Berbagai obyek yang dapat disaksikan di museum ini antara lain perjalanan sejarah Jakarta, hasil penggalian arkeologi di Jakarta, mebel antik mulai dari abad ke-18, keramik, gerabah, dan batu prasasti. Koleksi-koleksinya terdapat di berbagai ruang, seperti Ruang Prasejarah Jakarta, Ruang Tarumanegara, Ruang Fatahillah, Ruang Jayakarta, Ruang Sultan Agung, dan Ruang MH Thamrin.
Ada juga berbagai koleksi tentang kebudayaan Betawi, numismatik, dan becak. Bahkan kini diperkaya dengan patung Dewa Hermes yang tadinya terletak di perempatan Harmoni dan meriam Si Jagur yang dipandang mempunyai kekuatan magis. Jangan lupa, di Museum Sejarah Jakarta terdapat bekas penjara bawah tanah yang dulunya sangat menakutkan.
Di Sekitar
Tak jauh dari sini, menyeberang ke arah kiri, terdapat Museum Wayang. Letaknya di Jalan Pintu Besar Utara Nomor 27, Jakarta Barat. Semula bangunan ini bernama De oude Hollandsche Kerk. Pemakaian Museum Wayang diresmikan pada 13 Agustus 1975.
Museum Wayang memamerkan berbagai jenis dan bentuk wayang dari seluruh Indonesia, baik yang terbuat dari kayu dan kulit maupun bahan-bahan lain. Wayang-wayang dari luar negeri ada juga di sini, misalnya dari Cina dan Kamboja. Hingga kini koleksinya lebih dari 4.000 buah, terdiri atas wayang kulit, wayang golek, wayang kardus, wayang rumput, wayang janur, topeng, boneka dan gamelan. Umumnya boneka berasal dari Eropa.
Tak jauh dari Museum Sejarah Jakarta, menyeberang ke arah kanan terdapat Museum Seni Rupa dan Museum Keramik. Kedua museum ini terdapat dalam satu gedung, yaitu Balai Seni Rupa dan Keramik di Jalan Taman Fatahillah No. 1, Jakarta Barat. Museum Seni Rupa memamerkan aneka macam karya seni lukis dari berbagai aliran, seperti naturalisme, abstrak dan surealisme. Pelukis Indonesia yang karyanya tersimpan di sini antara lain Raden Saleh, Affandi, Sudjojono, dan Basuki Abdullah.
Museum Keramik menampilkan koleksi keramik lokal dan keramik asing, baik berupa hasil penggalian arkeologis maupun sumbangan dan pembelian dari berbagai pihak. Keramik Cina terbanyak jumlahnya, menyusul keramik Jepang, Siam (Thailand), Annam (Vietnam), dan Eropa.
Koleksi keramik lokal di antaranya berasal dari Kasongan, Plered, Malang, Palembang, dan Singkawang. Selain keramik tradisional juga digelar kemarik modern atau keramik kreatif hasil karya seniman-seniman Indonesia.
Agak ke utara terdapat Museum Bahari. Lokasinya di Jalan Pasar Ikan No. 1, Jakarta Barat. Museum ini menyajikan koleksi yang berhubungan dengan kehidupan kebaharian dan kenelayanan bangsa Indonesia dari Sabang hingga Merauke. Koleksi-koleksi itu terdiri atas berbagai jenis perahu tradisional dengan aneka bentuk, gaya dan ragam hias. Disajikan pula berbagai model kapal modern dan perlengkapan penunjang kegiatan pelayaran. Di sisi lain ditampilkan koleksi biota laut dan aneka perlengkapan nelayan.
Di Tanah Abang
Ada juga tempat yang memamerkan prasasti makam tokoh-tokoh sejarah bangsa Indonesia. Tempat ini bernama Museum (Taman) Prasasti. Museum yang berlokasi di Jalan Tanah Abang I, Jakarta Pusat ini menyimpan pula prasasti-prasasti makam bangsa Belanda.
Tokoh bangsa Indonesia yang prasastinya ada di sini antara lain Miss Riboet (tokoh sandiwara) dan Soe Hok Gie (tokoh mahasiswa). Sementara prasasti tokoh bangsa Belanda adalah Dr. WF Stutterheim (ahli arkeologi), Dr. HF Roll (pendiri Stovia), dan JHR Kohler (tokoh Perang Aceh).
Masih di kawasan Tanah Abang, di Jalan KS Tubun No. 4, Jakarta Pusat, kita dapat berkunjung ke Museum Tekstil. Museum ini memamerkan pola, ragam hias batik, dan aneka tekstil yang didapat dari segenap penjuru Nusantara. Alat tenun tradisional ikut memperkaya khasanah koleksi museum ini. Banyak jenis tekstil tidak dipamerkan museum ini karena sudah terlalu tua umurnya.
Di kawasan Menteng terdapat Museum (Gedung) Juang ’45. Museum yang lokasinya di Jalan Menteng Raya No. 31, Jakarta Pusat, ini memamerkan foto-foto dokumentasi sejarah perjuangan bangsa kurun waktu 1945-1950. Terdapat juga sejumlah lukisan perjuangan, patung tokoh pejuang dan panji. Koleksi lainnya berupa mobil REP1 dan REP2, mobil dinas resmi Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta.
Dua museum lain yang dikelola DMP adalah Museum MH Thamrin serta Balai Informasi Sejarah dan Budaya Jakarta. Museum MH Thamrin yang terletak di Jalan Kenari, Jakarta Pusat, ini memamerkan foto-foto dokumentasi perjuangan MH Thamrin dalam mencapai kemerdekaan. MH Thamrin sendiri adalah nama pejuang Jakarta yang namanya antara lain diabadikan untuk proyek pembuatan jalan kampung dan nama jalan protokol.
Sementara itu Balai Informasi sejarah dan Budaya Jakarta berlokasi di Jalan Silang Monas Utara, Jakarta Pusat. Koleksinya meliputi foto-foto dan miniatur benda-benda tentang sejarah, rencana pengembangan kota serta budaya Jakarta.
Karena ditangani instansi pemerintah (daerah), museum-museum ini tampak kurang menggigit. Minimnya dana perawatan dan tenaga pengelola sangat terasa. Banyak koleksi museum kurang terpelihara dan tersaji dengan apik. Debu, misalnya, masih terbalut di banyak koleksi. Minimnya penerangan masih dijumpai di banyak ruangan. Informasi tentang koleksi yang seadanya kerap kali membingungkan pengunjung.
Sebagai Kota Budaya tentu pihak berwenang harus meningkatkan kualitas museum. Dengan demikian wisata museum di Jakarta akan berkembang karena mengundang pesona para wisatawan. Apalagi museum adalah etalase ilmu pengetahuan sekaligus obyek wisata pendidikan dan budaya.
(Djulianto Susantio/Sinar Harapan, 2003)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar