Museum Nasional bekerjasama dengan Museum Adityawarman Sumatra Barat dan Anjungan Sumatra Barat Taman Mini Indonesia Indah serta Indonesian Heritage Society, mengadakan pameran dengan tema "Pesona Kain Tradisional Minangkabau" di Museum Nasional dari tanggal 7 April 2008. Pameran ini selain untauk merayakan ulang tahun Museum Nasional yang ke-230, juga bertujuan untuk mempromosikan sebuah pameran besar yang akan diselenggarakan pada tahun 2009 dengan tema "Sejarah dan Budaya Sumatra". Pameran tersebut merupakan kerjasama Museum Nasional dengan Rijksmuseum voor Volkenkunde, Leiden, Belanda.
Pameran "Kain Tradisional Minangkabau" diangkat untuk mewakili pulau Sumatra yang terkenal dengan kain songketnya yang indah. Pembuatan songket dengan benang emas atau perak merupakan pengaruh dari para pendatang yang berasal dari kaum pedagang Arab, India dan Cina.
Kain songket Minangkabau mempunyai corak dan gaya sendiri yang terdiri dari dua macam, yaitu kain songket balapak dan kain songket batabua. Kain songket balapak artinya kain ini seluruh permukaannya disongket dengan benang emas atau perak yang rapat dan padat, sedangkan songket batabua, benang emas atau peraknya berserakan atau bertaburan.
Orang Minangkabau juga mengenal kain sulam atau bordir dari benang emas yang juga merupakan pengaruh dari Cina yang kemudian diadaptasi oleh orang Minangkabau sebagai bagian dari adat istiadat mereka yang digunakan dalam berbagai upacara adat.
Sulaman banyak digunakan pada baju kurung yang dipakai oleh wanita dan kain penutup makanan atau wadah kuningan yang akan digunakan untuk upacara makan sirih dalam upacara adat. Selain songket dan sulam, mereka juga mengenal pembuatan pakaian dari kulit pohon ipuah atau tarok. Orang-orang yang tinggal di daerah Limo Puluah Koto masih membuat pakaian dari pohon tarok ini untuk kalangan terbatas, biasanya dibuat untuk jas.
Kain songket masih diproduksi sampai sekarang di Sumatra Barat dengan kualitas yang amat berbeda. Songket yang dibuat pada masa lalu mempunyai motif yang rumit, penuh makna, dan dikerjakan dengan kesungguhan, ketekunan dan kesabaran yang amat luar biasa. Akibatnya pada masa sekarang kain-kain tersebut menjadi barang langka yang diburu para kolektor tekstil, sementara hasil produksi baru lebih mementingkan kebutuhan pasar daripada kualitas. [W. Ernawati]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar