Prasejarah merupakan suatu kurun waktu pada saat manusia belum mengenal tulisan. Di Indonesia, masa Prasejarah dimulai sejak keberadaan manusia sekitar 1,5 juta tahun yang lalu hingga dikenalnya tradisi tulisan pada abad ke-5 Masehi, yaitu ketika ditemukannya prasasti Yupa di Kutai, Kalimantan Timur. Peninggalannya berupa fosil, tulang-belulang manusia dan binatang serta artefak, yaitu benda-benda yang pernah dibuat manusia atau dipakai sebagai alat oleh manusia.
Berdasarkan bahan dasar pembuatan alat atau teknologinya, secara umum masa prasejarah dibagi menjadi dua jaman, yaitu jaman batu dan jaman logam. Jaman batu menghasilkan artefak paleolitik dan mesolitik (untuk berburu dan mengumpulkan makanan) serta artefak neolitik (untuk bercocok tanam). Sedangkan jaman logam (paleometalik) menghasilkan artefak perunggu dan besi.
Museum Nasional memiliki berbagai jenis koleksi Prasejarah berupa replika tengkorak manusia purba, artefak paleolitik, mesolitik, neolitik dan artefak logam (paleometalik) serta benda-benda yang berkaitan dengan kepercayaan kepada nenek moyang. Koleksi-koleksi tersebut antara lain berupa kapak genggam dari batu gamping kersikan, beliung-belincung dari batu kalsedon, kalung manik-manik dari kaca serta kapak-kapak upacara perunggu.
Batu kalsedon
Tasikmalaya, Jawa Barat
No. Inv. 4280, 5876, 5663
Terdiri dari bakal gelang, gelang dan penghalus, untuk memperlihatkan cara pembuatan gelang mulai dari tahap penyiapan hingga selesai. Proses pembuatan gelang diawali dengan penyiapan bahan yang dibentuk bulat kemudian dipipihkan, dipangkas dan dibuat lubang di bagian tengah. Setelah itu dihaluskan dan dibentuk menjadi gelang kemudian dihaluskan kembali sampai mengkilap.
Candrasa
Perunggu
Bandung, Jawa Barat
No. Inv. 1436
Sejenis kapak upacara yang mempunyai mata kapak melebar kesamping dan kedua ujungnya melengkung ke dalam. Pada gagang terdapat motif geometris yang dikombinasi dengan motif lengkung kecil. Motif hias seperti ini umum dijumpai pada kapak-kapak perunggu dari masa prasejarah. Candrasa digunakan sebagai perlengkapan upacara.
Kendi
Tanah liat
Buni, Jawa Barat
No. Inv. 7005
Bentuknya unik tidak mempunyai cerat dan berbadan bulat. Berhias motif cincin di bagian leher dan garis miring di bagian karinasi. Pada beberapa bagian kendi tampak warna hitam akibat dari pembakaran yang kurang sempurna. Kendi dari masa prasejarah ini sering dijumpai pada situs-situs penguburan di Indonesia. Selain berfungsi sebagai tempat air atau sebagai alat upacara, ditinjau dari tempat penemuannya kendi ini kemungkinan berfungsi sebagai bekal kubur.
Replika Atap Tengkorak Homo Erectus
Gips
Trinil, Solo, Jawa Tengah
Awal dan Tengah Masa Pleistocen
No. Inv. 2208
Homo Erectus diperkirakan sudah ada di kepulauan Indonesia sekitar 1,7 juts tahun yang lalu. Fosil Homo Erectus merupakan jenis manusia purba yang paling banyak ditemukan di Indonesia khususnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sebutan Homo Erectus pertama kali diungkapkan oleh Eugene Dubois atas penemuan pertamanya pads tahun 1891 berupa atap tengkorak dari Trinil. Penemuan Dubois ini merupakan tengkorak laki-laki dengan volume otak sekitar 900 cc.
Beliung
Kalsedon
Sukabumi, Jawa Barat
Masa Neolitik
p. 13 cm; l. 6 cm; tbl. 1,4 cm
No.Inv. 7
Beliung persegi atau kapak persegi merupakan alat batu yang paling dominan dari masa neolitik (masa bercocok-tanam). Penemuannya hampir di seluruh kepulauan Indonesia, khususnya di pulau Jawa, Sumatera dan Bali. Oleh karena itu, seringkali beliung persegi dijadikan acuan bagi masa neolitik di Indonesia. Bahan batuan yang digunakan bermacam-macam dari batuan semi permata hingga batuan biasa seperti gamping. Penggunaan jenis batuan kerap menentukan fungsi dari beliung tersebut, apakah sebagai alat kerja pertanian, benda upacara atau benda pertukaran. Seperti beliung temuan daerah Sukabumi, Jawa Barat ini, dibuat dari batuan kalsedon (jenis batuan semi permata). Proses pembuatan yang sempurna hingga proses pengumpaman (pengasahan) menghasilkan kilau dan memperlihatkan tekstur batuannya yang indah. Ditinjau dari fungsinya, tampak beliung ini tidak digunakan sebagai alat kerja melainkan sebagai benda upacara, bekal kubur dan kemungkinan juga sebagai benda barter.
Kjökkenmodinger
Kerang
Pantai Timur Sumatera
Masa Mesolitik
p. 12,7 cm; l. 8,2 cm; tbl. 3,4 cm
No.Inv. 922
Kjokkenmodinger (bahasa Denmark) adalah sebutan bukit kerang yang disebabkan dari penumpukkan kulit-kulit kerang sebagai limbah makanan komunitas prasejarah di masa Mesolitik. Pada masa mesolitik, berdasarkan rangka manusia yang ditemukan di beberapa wlayah Sumatera diketahui bahwa mereka menetap di gua-gua dekat sungai atau di pesisir pantai. Tempat tinggal mereka ini menjadikan komunitas masa itu mengkonsumsi makanan laut (sea food) dan kerang menjadi makanan utamanya.
Kapak Corong
Perunggu
Bandung, Jawa Barat
Masa Paleometalik
p. 21,2 cm; l. 12,3 cm; tbl. 1,3 cm
No. Inv. 1320 b
Kapak corong ini mempunyai pangkal berbentuk seperti ekor burung sriti yang berrongga ditengahnya, yang digunakan untuk menempatkan gagang. Sedang bagian tajaman terdapat di bagian ujungnya. Dalam pengelompokkan jenis kapak perunggu di Indonesia yang dilakukan oleh Prof. Dr. R.P. Soejono, seorang ahli prasejarah Indonesia, kapak ini dikelompokkan ke dalam tipe II A atau the swallowtail type yaitu kapak yang memiliki bentuk pangkal menyerupai ekor burung sriti. Sehingga seringkali kapak ini disebut “kapak sriti”. Daerah penemuan kapak tipe ini meliputi daerah Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Bali dan Flores. Pada kapak tipe ini biasanya terdapat motif kedok (muka manusia) yang distilir, hias garis, tumpal, dan geometris lainnya. Digunakan sebagai benda upacara dalam upacara religi dan sebagai bekal kubur.
THIS IS NOT THE PLACE 4 SPONSOR YA!!!!!
BalasHapusTHIS ARTICLE IS 4 EDUCATION ONLY!!!
Hapus