Dynamic Glitter Text Generator at TextSpace.net

Pengantar Kepala Museum Nasional


Museum Nasional sebagai sebuah lembaga studi warisan budaya dan pusat informasi edukatif kultural dan rekreatif, mempunyai kewajiban menyelamatkan dan melestarikan benda warisan budaya bangsa Indonesia. Hingga saat ini koleksi yang dikelola berjumlah 141.899 benda, terdiri atas tujuh jenis koleksi yaitu prasejarah, arkeologi, keramik, numismatik-heraldik, sejarah, etnografi, dan geografi.

Penyelamatan dan pelestarian budaya ini pada hakikatnya ditujukan untuk kepentingan masyarakat, diinformasikan melalui pameran dan penerbitan-penerbitan katalog, brosur, audio visual juga website. Tujuannya agar masyarakat tahu dan ikut berpartisipasi dalam pelestarian warisan budaya bangsa.

Mengenai pameran, sistem penataan pameran di gedung lama (Unit A) berdasarkan pada jenis-jenis koleksi, baik berdasarkan keilmuan, bahan, maupun kedaerahan. Misalnya Ruang pameran Prasejarah, Ruang Perunggu, Ruang Tekstil, Ruang Etnografi daerah Sumatera, dan lain-lain. Sedangkan penataan pameran di gedung baru (Unit B atau Gedung Arca) tidak lagi berdasarkan jenis koleksi, melainkan mengarah kepada tema berdasarkan aspek-aspek kebudayaan yang memosisikan manusia sebagai pelaku dalam lingkungan tempat tinggalnya. Tema pameran yang berjudul “Keanekaragaman Budaya dalam Kesatuan” ini terdiri atas beberapa subtema antara lain [1] Manusia dan Lingkungan, [2] Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Ekonomi, [3] Organisasi Sosial dan Pola Pemukiman, dan [4] Khasanah dan Keramik.

Gedung Unit C direncanakan akan dibangun untuk memperluas tata pameran yang sudah ada dan untuk melengkapi subtema terakhir yaitu [5] Religi dan Kesenian. Hanya doa restu dan dukungan dari berbagai pihak (pemerhati museum, akademisi, pengunjung) yang kami harapkan agar pembangunan gedung selanjutnya dapat terlaksana. Terima kasih.

Kepala Museum Nasional

Dra. Retno Sulistianingsih Sitowati, MM

Sejarah dan Informasi Museum Nasional





Sejarah Museum Nasional

Museum Nasional berawal dari pendirian suatu himpunan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BG), oleh Pemerintah Hindia Belanda pada 24 April 1778. Pada masa itu di Eropa tengah terjadi revolusi intelektual (the Age of Enlightenment) yang ditandai perkembangan pemikiran-pemikiran ilmiah dan ilmu pengetahuan. Pada 1752 di Haarlem, Belanda berdiri De Hollandsche Maatschappij der Wetenschappen (Perkumpulan Ilmiah Belanda). Hal ini mendorong orang-orang Belanda di Batavia (Indonesia) untuk mendirikan organisasi sejenis.

BG merupakan lembaga independen, untuk tujuan memajukan penetitian dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang-bidang ilmu biologi, fisika, arkeologi, kesusastraan, etnologi, dan sejarah. Selain itu BG menerbitkan berbagai hasil penelitian. Lembaga ini mempunyai semboyan "Ten Nutte van het Algemeen" (Untuk Kepentingan Masyarakat Umum).

Salah seorang pendiri lembaga ini, JCM Radermacher, menyumbangkan sebuah rumah miliknya di Jalan Kalibesar, suatu kawasan perdagangan di Jakarta-Kota. Dia juga menyumbangkan sejumlah koleksi benda budaya dan buku yang amat berguna. Sumbangan Radermacher inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya museum dan perpustakaan.



Selama masa pemerintahan Inggris di Jawa (1811-1816), Letnan Gubernur Sir Thomas Stamford Raffles menjadi direktur perkumpulan ini. Oleh karena rumah di Kalibesar sudah penuh dengan koleksi, Raffles memerintahkan pembangunan gedung baru untuk digunakan sebagai museum dan ruang pertemuan untuk Literary Society (dulu disebut gedung "Societeit de Harmonie"). Bangunan ini berlokasi di Jalan Majapahit nomor 3. Sekarang di tempat ini berdiri kompleks gedung Sekretariat Negara, di dekat Istana Kepresidenan.

Jumlah koleksi milik BG terus neningkat hingga museum di Jalan Majapahit tidak dapat lagi menampung koleksinya. Pada 1862 pemerintah Hindia-Belanda memutuskan untuk membangun sebuah gedung museum baru di lokasi yang sekarang, yaitu Jalan Medan Merdeka Barat No. 12 (dulu disebut Koningsplein West). Tanahnya meliputi area yang kemudian di atasnya dibangun gedung Rechst Hogeschool atau "Sekolah Tinggi Hukum" (pernah dipakai untuk markas Kenpetai di masa pendudukan Jepang, sekarang Kementerian Pertahanan dan Keamanan). Gedung museum ini dibuka untuk umum pada 1868.

Museum ini sangat dikenal di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya penduduk Jakarta. Mereka menyebutnya "Gedung Gajah" atau "Museum Gajah" karena di halaman depan museum terdapat sebuah patung gajah perunggu hadiah dari Raja Chulalongkorn (Rama V) dari Thailand yang pernah berkunjung ke museum pada 1871. Kadang kala disebut juga "Gedung Arca" karena di dalam gedung memang banyak tersimpan berbagai jenis dan bentuk arca yang berasal dari berbagai periode sejarah.

Pada 1923 perkumpulan ini memperoleh gelar "koninklijk" karena jasanya dalam bidang ilmiah dan proyek pemerintah sehingga lengkapnya menjadi Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (KBG). Pada 26 Januari 1950 KBG diubah namanya menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia. Perubahan ini disesuaikan dengan kondisi waktu itu, sebagaimana tercermin dalam semboyan barunya: "memajukan ilmu-ilmu kebudayaan yang berfaedah untuk meningkatkan pengetahuan tentang kepulauan Indonesia dan negeri-negeri sekitarnya".

Mengingat pentingnya museum ini bagi bangsa Indonesia maka pada 17 September 1962 Lembaga Kebudayaan Indonesia menyerahkan pengelolaan museum kepada pemerintah Indonesia, yang kemudian menjadi Museum Pusat. Akhirnya, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, No.092/0/1979 tertanggal 28 Mei 1979, Museum Pusat ditingkatkan statusnya menjadi Museum Nasional.

Kini Museum Nasional bernaung di bawah Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Museum Nasional mempunyai visi yang mengacu kepada visi Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, yaitu "Terwujudnya Museum Nasional sebagai pusat informasi budaya dan pariwisata yang mampu mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan peradaban dan kebanggaan terhadap kebudayaan nasional, serta memperkokoh persatuan dan persahabatan antarbangsa".


Alamat

Jalan Medan Merdeka Barat 12, Jakarta 10110
Telepon +62 21 386-8172

Jam Buka
Selasa - Kamis08.30 - 14.30
Jumat08.30 - 11.30
Sabtu08.30 - 13.30
Minggu08.30 - 14.30
Senin & Hari Libur NasionalTutup


Karcis Masuk
DewasaRp 5000 (Perorangan)
Rp 3000 (Rombongan)
Anak-anakRp 2000 (Perorangan)
Rp 1000 (Rombongan)
TurisRp 10.000


Koleksi Museum Nasional



Peta Lokasi Museum Nasional

Sabtu, 09 Mei 2009

Singapura Menggelar Dua Pameran Arkeologi


Singapura, negara pulau yang boleh dikatakan langka dengan peninggalan-peninggalan arkeologis masa Hindu-Budha, bulan November telah menggelar dua pameran bertema arkeologi. Pertama adalah pameran bertema “On the Nalanda Trail: Buddhism in India, China and Southeast Asia”, diresmikan pada tanggal 1 November oleh Menteri Luar Negeri Singapura, Mr. George Yeo, dan akan berlangsung hingga 23 Maret 2008 selama 5 bulan. Pameran tersebut diselenggarakan di gedung Asian Civilisations Museum.

Tema pameran mengenai peranan Nalanda sebagai satu dari perguruan-perguruan tinggi besar yang pertama di dunia, dalam penyebaran Budhisme dari tempat kelahiran di India hingga ke Cina dan Asia Tenggara. Khususnya yang setia kepada kajian-kajian Budhis, Nalanda memiliki guru-guru yang amat terkenal dan iklim intelektual yang cemerlang sehingga menarik perhatian para penjiarah dan siswa-siswa dari seluruh dunia.

Pameran menampilkan koleksi-koleksi seni Budhis yang dibawa dari India, Cina, dan Asia Tenggara, meliputi arca-arca Budha, Bodhisattva, dewi, dan dewata dari perunggu dan batu. Pada kesempatan ini Museum Nasional Jakarta juga meminjamkan sekitar 10 buah arca perunggu. Dengan ijin khusus dari pemerintah India, pameran juga menampilkan relik-relik tulang dari penemuan arkeologis yang dapat dihubungkan secara langsung dengan sang Buddha itu sendiri.

Yang kedua adalah pameran “Kaala Chakra (Wheel of Time); Early Indian Influences in Southeast Asia”, diresmikan pada tanggal 17 November dan akan berlangsung hingga 16 Mei 2008 selama 6 bulan. Pameran tersebut diselenggarakan di gedung National Library Board, Singapore. Tema pameran berfokus pada pengaruh-pengaruh budaya dan religi demikian juga perdagangan awal dari India Selatan ke Asia Tenggara dan sebaliknya hingga abad ke 13 M. Yang lebih penting adalah menelusuri pengaruh bahasa-bahasa Sansekerta dan Tamil di wilayah ini dan penyebaran agama Hindu dan Budha.

Pameran menampilkan koleksi-koleksi yang pada pokoknya menonjolkan peranan bangsa Tamil di India Selatan, terutama peranan Dinasti Chola, yang berdampak luas di Asia Tenggara pada abad ke-11. Koleksi-koleksi dipinjam dari India, Cina, Thailand, Malaysia, dan Indonesia; Museum Nasional dan Museum Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam hal ini meminjamkan 6 buah koleksi yang berkaitan dengan tema pameran tersebut.

Puncak acara adalah penyelenggaraan konferensi internasional yang bertema “Early Indian Influences in Southeast Asia: Reflections on Cross-Cultural Movements” selama 3 hari, yaitu tanggal 21-23 November 2007. Konferensi Internasional diselenggarakan di Holiday Inn Atrium Hotel, diikuti oleh 52 pemakalah dari berbagai negara yaitu Amerika Serikat, Australia, Belanda, Cina, Filipina, India, Indonesia, Itali, Jepang, Kamboja, Myanmar, Perancis, Singapura, Swiss, Thailand, dan Vietnam. [TRIGANGGA]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar